Minggu, 03 November 2013

Ekonomi Koperasi - Upload4

52. SISTEM EKONOMI KOPERASI SEBAGAI 
SOLUSI MASALAH PEREKONOMIAN INDONESIA: MUNGKINKAH?
Oleh: SUGIHARSONO
(Staf Pengajar FISE Universitas Negeri Yogyakarta)

Mengapa Koperasi Di Indonesia Masih Sangat Sulit Untuk Berkembang?
Koperasi merupakan badan usaha bersama yang bertumpu pada prinsip ekonomi kerakyatan yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Berbagai kelebihan yang dimiliki oleh koperasi seperti efisiensi biaya serta dari peningkatan economies of scale jelas menjadikan koperasi sebagai sebuah bentuk badan usaha yang sangat prospekrif di Indonesia. Namun, sebuah fenomena yang cukup dilematis ketika ternyata koperasi dengan berbagai kelebihannya ternyata sangat sulit berkembang di Indonesia. Koperasi bagaikan mati suri dalam 15 tahun terakhir. Koperasi Indonesia yang berjalan di tempat atau justru malah mengalami kemunduran.
Berbagai paket program bantuan dari pemerintah seperti kredit program: KKop, Kredit Usaha Tani (KUT), pengalihan saham (satu persen) dari perusahaan besar ke Koperasi, skim program KUK dari bank dan Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang merupakan kredit komersial dari perbankan, Permodalan Nasional Madani (PNM), terus mengalir untuk memberdayakan gerakan ekonomi kerakyatan ini. Tak hanya bantuan program, ada institusi khusus yang menangani di luar Dekopin, yaitu Menteri Negara Urusan Koperasi dan PKM (Pengusaha Kecil Menengah), yang sebagai memacu gerakan ini untuk terus maju. Namun, kenyataannya, Koperasi masih saja melekat dengan stigma ekonomi marjinal, pelaku bisnis yang perlu “dikasihani”.

Permasalahan yang dihadapi koperasi di Indonesia
Secara umum, ada dua kelompok permasalahan yang dihadapi perkoperasian di Indonesia yang membuat koperasi di Indonesia menjadi sangat sulit untuk berkembang, yaitu:
A.      Permasalahan yang berasal dari dalam organisasi koperasi
Masalah-masalah yang timbul karena kelemahan-kelemahan dari segi intern organisasi itu sendiri. Yang dapat dikatagorikan permasalahan yang datang dari dalam, yaitu:
1.      Pengelolaan sebagian besar koperasi di Indonesia kurang professional
Hal ini disebabkan karena sebagian besar para pengurus atau pengelola koperasi tersebut kurang berpendidikan, keahlian, keterampilan serta wawasan, sehingga si pengelola kurang tanggap, kurang fleksibel dalam membaca kesempatan serta peluang-peluang yang ada dan selalu ketinggalan dari Badan Usaha Umum lainnya. Adanya keterbatasan dana yang membuat koperasi kurang berkembang, sementara untuk menggunakan orang yang memiliki kualifikasi yang profesional koperasi kurang mampu untuk membayar gajinya. Dan biasanya, sebagian besar orang enggan mengambil pekerjaan ini karena faktor imbalannya yang kecil dengan tanggung jawab yang besar.
2.      Kurangnya permodalan koperasi
Kekurangan permodalan ini merupakan masalah yang umum sekali yang dihadapi oleh perkoperasian di Indonesia, dimana hal ini diantaranya disebabkan oleh:
a.       Kelemahan dalam pembentukkan modal sendiri
Hal ini disebabkan karena usaha koperasi yang kurang berkembang dan SHU (Sisa Hasil Usaha) yang diperoleh juga kecil
b.      Kelemahan dalam menarik sumber modal dari luar organisasi
Hal ini karena faktor kepercayaan dan kesadaran masyarakat serta partisipasi masyarakat yang masih kurang terhadap koperasi. Kurang percayaan dan partisipasi ini juga karena melihat perkembangan koperasi dan usahanya yang sangat lambat
c.       Karena kurangnya inisiatif dan upaya sendiri dalam meningkatkan permodalan, hal ini karena kebiasaan ketergantungan pada subsidi atau sokongan permodalan yang berasal dari pemerintah.
3.      Kurangnya efisiensi organisasi dan usaha koperasi
Kurangnya efisiensi organisasi karena sebagian besar anggota koperasi kurang berpendidikan, sehingga mengalami kesulitan dalam memberikan petunjuk atau pengarahan, serta pelaksanaan rapat anggota tidak efektif. Sedangkan, kurang efisiensinya usaha koperasi karena skala usaha yang kurang berkembang, sehingga dalam skala usaha yang terbatas tentunya tingkat biaya akan lebih besar.
4.      Kurangnya inisiatif dan upaya sendiri dalam mengembangkan koperasi atau masih lemahnya sifat kemandirian bagi sebagian besar koperasi di Indonesia, yang disebabkan oleh faktor kebiasaan yang selalu tergantung pada subsidi, sokongan, ataupun bimbingan dan perlindungan pemerintah, dimana biasanya koperasi ini dijadikan oleh pemerintah sebagai penyalur bantuan (subsidi) pemerintah kepada masyarakat.
5.      Tingkat pendidikan sebagian besar anggota koperasi masih rendah dan bahkan ada yang tidak berpendidikan atau buta huruf. Kelemahan ini akan menyulitkan bagi koperasi dalam hal:
a.       Memberikan pengarahan-pengarahan ataupun petunjuk tertulis kepada anggota
b.      Sulit untuk menyelenggarakan rapat anggota dan penerapan prinsip-prinsip serta sendi dasar koperasi secara efektif dan optimal.
6.      Masih banyak pengurus koperasi yang mempunyai Tugas Rangkap
Sebagian besar pengurus masih banyak yang mempunyai tugas rangkap seperti aparat pemerintah (pegawai negeri),guru, dll. Hal ini dapat menyebabkan pikiran tidak dapat dicurahkan secara optimal untuk kepentingan dalam pengembangan koperasi.
7.      Diverisifikasi usaha yang kurang berkembang
Disebabkan karena kurangnya bervariasi, sehingga koperasi hanya terpaku pada hal yang sama (monoton), kelemahan ini menjadikan usaha koperasi selalu kalah dalam bersaing dengan badan usaha lain yang diverisifikasi usahanya lebih berkembang.
B.       Permasalahan yang berasal dari luar organisasi koperasi
Masalah yang berasal dari luar organisasi koperasi, diantaranya:
1.      Semakin ketat persaingan dalam dunia usaha
Hal ini makin menyulitkan koperasi dalam berusaha karena persaingan terutama yang datang dari Badan Usaha Non-Koperasi yang memiliki keunggulan-keunggulan dibandingkan koperasi.
2.      Masih kurangnya kepercayaan dan kesadaran masyarakat terhadap koperasi
Pada masa ideologi politik PKI, koperasi banyak yang mengalami kegagalan karena penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh pengurus atau pengelolanya. Masalah ini menjadikan koperasi sulit untuk menghimpun anggota, sulit untuk menarik kepercayaan masyarakat untuk menanamkan modalnya pada koperasi.
3.      Masih kurangnya jalinan kerjasama koperasi
Koperasi sebenarnya memerlukan yang namanya kerjasama, karena kerjasama merupakan salah satu jalan yang sangat potensial dalam memperluas skala usaha, meningkatkan permodalan, atau mengembangkan usaha.
4.      Masih kurangnya partisipasi dari pihak lain dalam upaya meningkatkan koperasi
Hal ini dapat kita lihat masih kurang yakinnya perbankan dalam memberikan kredit kepada koperasi, walaupun dalam UU perbankan telah digariskan bahwa dalam memberikan kredit 20 % untuk koperasi.
5.      Keterbatasan sarana pendidikan dan latihan perkoperasian
Akademik koperasi di Indonesia hanya ada di beberapa kota tertentu saja. Masalah ini jelas menghambat bagi koperasi dalam meningkatkan pendidikan, keahlian ataupun keterampilan pengurus.

Kesimpulan
Indonesia harus kembali membangkitkan ekonomi koperasi yang dimana kita tahu bahwa ekonomi koperasi merupakan system ekonomi yang paling sesuai bagi rakyat Indonesia, yang nilai-nilainya diambil dari Pancasila dan sistemnya yaitu dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat sehingga besar kemungkinan bila perekonomian Indonesia dapat berkembang sebagaimana mestinya. Karena ekonomi koperasi tidak hanya mementingkan orang-orang yang memiliki kekuasaan tinggi saja tetapi bisa juga membantu masyarakat menengah kebawah sehingga masalah ekonomi yang ada saat ini dapat teratasi. Namun, seperti telah disinggung sebelumnya koperasi Indonesia mengalami pasang-surut dalam perkembangannya seperti salah satu masalah kepercayaan rakyat sendiri terhadap koperasi. Untuk itu perlu diadakan penyuluhan atau kegiatan lain yang mampu membuat bangsa Indonesia lebih mengenal dan memahami koperasi.

Sumber: Jurnal Sistem Ekonomi Koperasi Sebagai Solusi Masalah Perekonomian Indonesia: Mungkinkah? - Sugiharsono

Daftar Pustaka:
Dawam  Raharjo,  1997,  Koperasi Indonesia  Menghadapi Abad  ke-21,  Jakarta, DEKOPIN.
Hudiyanto, 2002, Sistem Koperasi (ideologi & pengelolaan), Yogyakarta, UII Press. Kartasapoetra, dkk., (2001), Koperasi Indonesia, Jakarta, PT. Rineka Cipta.
Mudrajad Kuncoro, 2006, Ekonomika Pembangunan (Teori, Masalah, dan Kebijakan),
Yogyakarta, UPP STIM YKPN.
Samuelson, P.A. dan W.D.Nordhaus, 2001, Ilmu Makro Ekonomi, Jakarta, PT. Media
Global Edukasi.

Sugiharsono, 2001, Koperasi Indonesia, Jakarta, Direktorat PSMP DEPDIKNAS. Undang-Undang RI No. 25 th 1992 Tentang Perkoperasian.

Ekonomi Koperasi - Upload3

52. SISTEM EKONOMI KOPERASI SEBAGAI 
SOLUSI MASALAH PEREKONOMIAN INDONESIA: MUNGKINKAH?
Oleh: SUGIHARSONO
(Staf Pengajar FISE Universitas Negeri Yogyakarta)

Koperasi sebagai Solusi Masalah Perekonomian Indonesia
Sekarang marilah kita coba mengaitkan koperasi sebagai suatu sistem ekonomi dengan  permasalahan  perekonomian  Indonesia  seperti  yang  telah  dipaparkan  di muka.
1.      Koperasi dan Kemiskinan
Makna yang terkandung dalam pengertian koperasi telah menjelaskan bahwa koperasi  merupakan  gerakan  ekonomi  rakyat.  Dalam  hal  ini,  koperasi  akan menjadi wadah kegiatan ekonomi rakyat yang pada umumnya merupakan kelompok  menengah  ke  bawah  (miskin).  Mereka  ini  pada  umumnya  tidak mungkin tertampung  pada  badan usaha lain seperti  Firma,  CV,  maupun PT. Dengan wadah koperasi, mereka akan dapat mengembangkan kegiatan ekonominya, sehingga dapat meningkatkan pendapatannya. Hal ini tentu dengan catatan: koperasi tersebut harus memiliki kemampuan untuk membina dan mengembangkan  kegiatan  ekonomi  mereka.  Oleh  karena  itu  koperasi  harus benar-benar dikelola secara profesional agar mampu menjadi wadah kegiatan ekonomi rakyat yang kondusif. Apabila hal ini dapat dilaksanakan pada setiap wilayah  kecamatan,  niscaya  kemiskinan  rakyat  di  seluruh  penjuru  Indonesia secara bertahap akan dapat diperbaiki kehidupan ekonominya.
2.      Koperasi dan Ketidakmerataan Pendapatan
Apabila manajemen koperasi dilaksanakan secara benar dan profesional, maka rakyat yang menjadi anggota koperasi akan meningkat taraf hidupnya sesuai dengan tujuan koperasi. Dalam peningkatan taraf hidup ini berarti terjadi peningkatan kemampuan ekonomi (pendapatan/daya beli) dan peningkatan kemampuan non ekonomi (misalnya: pendidikan dan sosial). Dengan peningkatan kemampuan pendidikan dan sosial, mereka tentu akan lebih mampu meningkatkan lagi kemampuan ekonominya. Dengan demikian kemampuan ekonomi (pendapatan) mereka akan bertambah semakin besar. Dengan pertambahan kemampuan ekonomi (pendapatan) tersebut diharapkan ketidakmerataan pendapatan antara masyarakat kecil dengan masyarakat menengah ke atas akan semakin diperkecil. Hal ini berarti bahwa ketidakmerataan pendapatan akan diperkecil dengan adanya peningkatan pendapatan rakyat kecil yang dibina melalui koperasi.
3.      Koperasi dan Pengangguran
Apabila koperasi dapat berkembang di setiap wilayah kecamatan di seluruh Indonesia, dan benar-benar mampu membina kegiatan ekonomi rakyat di sekitarnya,  tentu  koperasi  akan  dapat  menciptakan  lapangan  kerja  bagi masyarakat di sekitarnya. Apalagi jika kegiatan ekonomi (produksi dan distribusi) anggotanya dapat berkembang dengan adanya pembinaan koperasi, niscaya kegiatan ekonomi anggota tersebut juga akan menciptakan lapangan kerja tersendiri. Dengan demikian melalui koperasi yang dikelola secara benar dan profesional diharapkan akan diikuti dengan penciptaan-penciptaan lapangan kerja, dan pada akhirnya akan mengurangi pengangguran.
4.      Koperasi dan Inflasi
Sebelumnya perlu kita ketahui terlebih dahulu penyebab terjadinya inflasi. Pada umumnya inflasi terjadi sebagai akibat adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran komoditi. Permintaan komoditi terus meningkat, sedangkan penawarannya tetap atau malah berkurang. Permintaan komiditi masyarakat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat. Sementara itu penawaran komoditi dipengaruhi oleh produksi yang diselenggarakan oleh masyarakat. Dalam keadaan inflasi penawaran komoditi harus terus ditingkatkan agar harga komoditi tidak menaik. Untuk meningkatkan penawaran komoditi diperlukan perluasan produksi. Koperasi merupakan salah satu badan usaha yang sangat potensial untuk melakukan perluasan produksi, karena jumlah koperasi yang sangat banyak dan variasi komoditinya pun sangat banyak. Apabila koperasi dikelola secara benar dan profesional, dengan memperhatikan prinsip-prinsip koperasi  (keadilan,  kemandirian,  pendidikan,  dan  kerja  sama),  maka  tidak mustahil bahwa koperasi akan dapat mempercepat perluasan produksi. Dengan perluasan produksi yang dibantu oleh koperasi ini diharapkan penawaran komoditi akan terus meningkat, dan pada akhirnya akan dapat mengendalikan kenaikan harga komoditi (inflasi).
5.      Koperasi dan ketergantungan terhadap luar negeri
Dalam kasus ini, tampaknya koperasi tidak mampu berbuat lebih banyak. Ketergantungan ekonomi terhadap luar negeri cenderung lebih dipengaruhi oleh faktor politik luar negeri pemerintah kita. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang terkait dengan luar negeri, khususnya yang menyangkut utang luar negeri cenderung dipengaruhi oleh faktor kekurangmampuan pemerintah dalam mengelola politik luar negeri. Oleh karena itu terhadap masalah ini, koperasi cenderung tidak mungkin diikutsertakan untuk memecahkan masalah tersebut. Namun demikian terhadap keempat permasalahn perekonomian nasional seperti yang dipaparkan diatas, koperasi masih bisa diharapkan untuk berperan serta mengatasinya.

Pasang-Surut Koperasi di Indonesia
Dalam perkembangannya, koperasi di Indonesia mengalami pasang dan surut. Sebuah pertanyaan sederhana namun perlu direnungkan: Mengapa jarang dijumpai ada Koperasi yang bertumbuh menjadi usaha besar yang menggurita, layaknya pelaku ekonomi lain, yakni swasta (konglomerat) dan BUMN? Mengapa gerakan ini hanya berkutat dari persoalan yang satu ke persoalan lain, dan cenderung stagnan alias berjalan di tempat? Mengapa Koperasi sulit berkembang di tengah "habitat" alam Indonesia? Padahal, upaya pemerintah untuk "memberdayakan" Koperasi seolah tidak pernah habis. Bahkan, bila dinilai, mungkin amat memanjakan. Berbagai paket program bantuan dari pemerintah seperti kredit program: KKop, Kredit Usaha Tani (KUT), pengalihan saham (satu persen) dari perusahaan besar ke Koperasi, skim program KUK dari bank dan Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang merupakan kredit komersial dari perbankan, juga "paket program" dari Permodalan Nasional Madani (PNM), terus mengalir untuk memberdayakan gerakan ekonomi kerakyatan ini. DEKOPIN bersama Kementerian Koperasi dan UKM bertekad untuk mengubah stigma koperasi yang masih melekat sebagai ekonomi marjinal, pelaku bisnis yang per!u dikasihani, pelaku bisnis "pupuk bawang", pelaku bisnis tak profesional, s'ahlngga dapat menjadi pelaku ekonomi nasional yang dominan. Masalah tersebut tidak bisa dilepaskan dari substansi Koperasi yang berhubungan dengan semangat. Dalam konteks ini adalah semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. Jadi, bila Koperasi dianggap kecil, tidak berperan, dan merupakan kumpulan serba lemah, itu terjadi karena adanya pola pikir yang menciptakan demikian. Singkatnya, pemikiran kita dipolakan, bahwa koperasi adalah untuk yang kecil-kecil, sementara yang menengah bahkan besar, untuk kalangan Usaha Swasta. Di sinilah terjadinya penciptaan paradigma yang salah. Hal ini mungkin terjadi akibat gerakan Koperasi terlalu sarat berbagai embel-embel, sehingga ia seperti orang kerdil yang menggendong sekarung beras di pundaknya. Koperasi adalah "badan usaha", juga "perkumpulan orang" termasuk yang "berwatak sosial". Definisi yang melekat jadi memberatkan, yakni "organisasi sosial yang berbisnis" atau "Iembaga ekonomi yang mengemban fungsi sosial." 
Di Indonesia, beberapa Koperasi sebenarnya sudah bisa dikatakan memiliki unit usaha besar dan beragam serta tumbuh menjadi raksasa bisnis berskala besar menguasai hajat hidup orang banyak dan merangsek ke berbagai bidang usaha-bisnis komersial, omzet mereka mencapai milyaran rupiah setiap bulan. Namun demikian seperti dikatakan Bung Hatta: walaupun usahanya besar, koperasi yang belum bisa mensejahterakan anggotanya berarti bukan koperasi yang sesungguhnya, sebab koperasi adalah untuk kepentingan anggota.
Problematika ekonomi kita dan kedaulatan bangsa kita akan bisa kita atasi ketika kita menggunakan sistem ekonomi yang sesuai dengan kondisi masyarakat kita dan yang berdasarkan UUD 45, dengan badan usaha koperasi ujudnya. Masalahnya, hingga saat ini masih diberlakukan asas individualisme yang menjadi dasar sistem ekonomi kolonial yang dipelihara oleh Wetboek van Koophandel (KUHD). Itulah sebabnya UUD 1945 memiliki Aturan Peralihan, yang menegaskan bahwa sistem hukum kolonial berdasar KUH Perdata, KUH Pidana, KUHD, dll tetap berlaku secara temporer, yaitu berkedudukan sebagai "sementara sebelum diadakan yang baru menurut UUD 1945", artinya dalam posisi "peralihan". 

Sumber: Jurnal Sistem Ekonomi Koperasi Sebagai Solusi Masalah Perekonomian Indonesia: Mungkinkah? - Sugiharsono

Daftar Pustaka:
Dawam  Raharjo,  1997,  Koperasi Indonesia  Menghadapi Abad  ke-21,  Jakarta, DEKOPIN.
Hudiyanto, 2002, Sistem Koperasi (ideologi & pengelolaan), Yogyakarta, UII Press. Kartasapoetra, dkk., (2001), Koperasi Indonesia, Jakarta, PT. Rineka Cipta.
Mudrajad Kuncoro, 2006, Ekonomika Pembangunan (Teori, Masalah, dan Kebijakan),
Yogyakarta, UPP STIM YKPN.
Samuelson, P.A. dan W.D.Nordhaus, 2001, Ilmu Makro Ekonomi, Jakarta, PT. Media
Global Edukasi.

Sugiharsono, 2001, Koperasi Indonesia, Jakarta, Direktorat PSMP DEPDIKNAS. Undang-Undang RI No. 25 th 1992 Tentang Perkoperasian.

Ekonomi Koperasi - Upload2

52. SISTEM EKONOMI KOPERASI SEBAGAI 
SOLUSI MASALAH PEREKONOMIAN INDONESIA: MUNGKINKAH?
Oleh: SUGIHARSONO
(Staf Pengajar FISE Universitas Negeri Yogyakarta)

Sistem Ekonomi Koperasi
Sejarah Koperasi
Koperasi pertama di Indonesia dimulai pada penghujung abad ke-19, tepatnya tahun 1895. Pelopor koperasi pertama di Indonesia adalah R. Aria Wiriaatmaja, yaitu seorang patih di Purwokerto. Ia mendirikan sebuah bank yang bertujuan menolong para pegawai agar tidak terjerat oleh lintah darat. Usaha yang didirikannya diberi nama Bank Penolong dan Tabungan (Hulp en Spaarbank). Perkembangan koperasi yang didirikan oleh R. Aria Wiriaatmaja semakin baik. Akibatnya setiap gerak-gerik koperasi tersebut diawasi dan mendapat banyak rintangan dari Belanda. Upaya yang ditempuh pemerintah kolonial Belanda yaitu dengan mendirikan Algemene Volkscrediet Bank, rumah gadai, bank desa, serta lumbung desa.
Pada tahun 1908 melalui Budi Utomo, Raden Sutomo berusaha mengembangkan koperasi rumah tangga. Akan tetapi koperasi yang didirikan mengalami kegagalan. Hal itu dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat akan manfaat koperasi. Pada sekitar tahun 1913, Serikat Dagang Islam yang kemudian berubah menjadi Serikat Islam, mempelopori pula pendirian koperasi industri kecil dan kerajinan. Koperasi ini juga tidak berhasil, karena rendahnya tingkat pendidikan, kurangnya penyuluhan kepada masyarakat, dan miskinnya pemimpin koperasi pada waktu itu. Setelah dibentuknya panitia koperasi yang diketuai oleh Dr. DJ. DH. Boeke pada tahun 1920, menyusun peraturan koperasi No. 91 Tahun 1927. Peraturan tersebut berisi persyaratan untuk mendirikan koperasi, yang lebih longgar dibandingkan peraturan sebelumnya, sehingga dapat mendorong masyarakat untuk mendirikan koperasi. Setelah diberlakukannya peraturan tersebut, perkembangan koperasi di Indonesia mulai menunjukkan tanda-tanda yang menggembirakan.
Selama masa pendudukan Jepang yaitu pada tahun 1942 – 1945, usaha-usaha koperasi dipengaruhi oleh asas-asas kemiliteran. Koperasi yang terkenal pada waktu itu bernama Kumiai. Tujuan Kumiai didirikan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun pada kenyataannya Kumiai hanyalah tempat untuk mengumpulkan bahan-bahan kebutuhan pokok guna kepentingan Jepang melawan Sekutu. Oleh karena itulah, menyebabkan semangat koperasi yang ada di masyarakat menjadi lemah. Setelah kemerdekaan, bangsa Indonesia memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan kebijakan ekonominya. Para pemimpin bangsa Indonesia mengubah tatanan perekonomian yang liberalkapitalis menjadi tatanan perekonomian yang sesuai dengan semangat pasal 33 UUD 1945. Sebagaimana diketahui, dalam pasal 33 UUD 1945, semangat koperasi ditempatkan sebagai semangat dasar perekonomian bangsa Indonesia. Berdasarkan pasal itu, bangsa Indonesia bermaksud untuk menyusun suatu sistem perekonomian usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Oleh karena itulah, Muhammad Hatta kemudian merintis pembangunan koperasi. Perkembangan koperasi pada saat itu cukup pesat, sehingga beliau dianugerahi gelar bapak koperasi Indonesia. Untuk memantapkan kedudukan koperasi disusunlah UU No. 25 Tahun 1992.

Pengertian Koperasi
Keberadaan koperasi di Indonesia berlandaskan pada pasal 33 UUD 1945 dan UU No. 25 Tahun 1992. Pada penjelasan UUD 1945 pasal 33 ayat (1), koperasi berkedudukan sebagai “soko guru perekonomian nasional” dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem perekonomian nasional. Adapun penjelasan dalam UU No. 25 Tahun 1992, menyebutkan bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Berdasarkan pada pengertian koperasi di atas, menunjukkan bahwa koperasi di Indonesia tidak semata-mata dipandang sebagai bentuk perusahaan yang mempunyai asas dan prinsip yang khas, namun koperasi juga dipandang sebagai alat untuk membangun sistem perekonomian Indonesia. Koperasi diharapkan dapat mengembangkan potensi ekonomi rakyat dan mewujudkan demokrasi ekonomi yang sesuai dengan yang diamanatkan dalam UUD 1945.

Landasan, Asas, dan Tujuan Koperasi
Landasan koperasi Indonesia adalah pedoman dalam menentukan arah, tujuan, peran, serta kedudukan koperasi terhadap pelaku-pelaku ekonomi lainnya. Koperasi Indonesia mempunyai beberapa landasan berikut ini.
1) Landasan idiil: Pancasila.
2) Landasan struktural: UUD 1945.
3) Landasan operasional: UU No. 25 Tahun 1992 dan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).
4) Landasan mental: kesadaran pribadi dan kesetiakawanan. UU No. 25 Tahun 1992 pasal 2 menetapkan bahwa kekeluargaan sebagai asas koperasi. Semangat kekeluargaan inilah yang menjadi pembeda utama antara koperasi dengan bentuk-bentuk perusahaan lainnya.
Koperasi didirikan dengan tujuan untuk memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

Prinsip Koperasi 
Menurut pasal 5 UU No. 25 Tahun 1992, prinsip koperasi Indonesia meliputi 5 aspek pokok ditambah 2 aspek prinsip pengembangan, sehingga prinsip koperasi meliputi 7 aspek, yaitu:
1.      Keanggotaan koperasi bersifat sukarela dan terbuka 
Prinsip sukarela mengandung makna bahwa untuk menjadi anggota koperasi harus didasari atas kesadaran tanpa adanya unsur paksaan. Sementara itu, prinsip terbuka mengandung makna bahwa setiap warga Indonesia berhak untuk menjadi anggota koperasi selama mereka memiliki kepentingan yang sama dan memenuhi persyaratan keanggotaan koperasi. Tidak dibenarkan keanggotaan koperasi didasarkan pada persamaan agama, politik, dan suku bangsa.
2.      Pengelolaan koperasi dilaksanakan secara demokratis
Prinsip ini mengandung makna bahwa pengelolaan koperasi harus didasarkan atas kehendak anggota, kemudian dilakukan oleh anggota, dan ditujukan untuk kepentingan (kesejahteraan) anggota. Pengejawantahan prinsip ini ditandai dengan adanya penentuan kebijakan umum oleh anggota melalui Rapat Anggota, kemudian kebijakan tersebut dilaksanakan oleh anggota melalui Pengurus, dan dikendalikan (diawasi) oleh anggota melalui Badan Pengawas. Setiap pelaksanaan kebjakan selalu ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan anggota.
3.      Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) dilakukan secara adil sesuai dengan jasa masing-masing anggota.
Prinsip ini mengandung makna bahwa koperasi menjunjung tinggi asas keadilan. Anggota yang memiliki banyak jasa terhadap koperasi akan mendapatkan bagian SHU yang besar, atau sebaliknya.
4.      Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal
Prinsip ini mengandung makna bahwa koperasi tidak membenarkan adanya riba, sehingga terhadap modal (simpanan) anggota diberikan jasa yang terbatas sesuai kemampuan koperasi.
5.      Kemandirian
Berdasarkan prinsip ini, koperasi harus mampu hidup mandiri, baik dalam hal permodalan, organisasi, manajemen, maupun SDMnya. Kelangsungan hidup koperasi harus tidak bergantung pada pihak-pihak lain.
6.      Pendidikan Perkoperasian
Dengan prinsip ini koperasi harus melaksanakan kegiatan pendidikan untuk meningkatkan kemampuan SDMnya. Perlu disadari bahwa kemampuan SDM koperasi merupakan kunci sukses organisasi dan usaha koperasi. Oleh karena itulah pendidikan harus terus dilaksanakan sesuai dengan perkembangan IPTEK dan kebutuhan koperasi.
7.      Kerjasama antarkoperasi
Prinsip ini dimaksudkan untuk memperkokoh kedudukan koperasi dalam menghadapi persaingan dunia usaha. Di samping dengan koperasi, kerjasama juga bisa dilaksanakan dengan pihak-pihak non koperasi. Hubungan kerja samanya yang dijalin harus merupakan hubungan mitra kerja yang sejajar/setara dan saling menguntungkan. Harus dihindari kerjasama dengan pihak lain yang menempatkan atau memposisikan koperasi menjadi ”sapi perahan” pihak lain tersebut.

Fungsi dan Peran Koperasi
Sesuai dengan UU No. 25 Tahun 1992 pasal 4 menyatakan bahwa fungsi dan peran koperasi seperti berikut ini.
1) Membangun dan mengembangkan potensi serta kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial mereka.
2) Turut serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.
3) Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko gurunya.
4) Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

Perangkat Organisasi Koperasi
Pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian disebutkan bahwa perangkat organisasi koperasi terdiri atas rapat anggota, pengurus, dan pengawas. Penjelasan tentang ketiga perangkat organisasi koperasi ini seperti berikut ini.
1.    Rapat anggota
Rapat anggota merupakan perangkat yang penting dalam koperasi. Rapat anggota ialah rapat yang dihadiri oleh seluruh atau sebagian besar anggota koperasi. Rapat anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi. Melalui rapat anggota, seorang anggota koperasi akan menggunakan hak suaranya. Rapat anggota berwenang untuk menetapkan hal-hal berikut ini.
a.       Anggaran dasar (AD).
b.      Kebijaksanaan umum di bidang organisasi.
c.       Pemilihan, pengangkatan, dan pemberhentian pengurus dan pengawas.
d.      Rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi, serta pengesahan laporan keuangan.
e.       Pengesahan pertanggungjawaban pengurus dalam pelaksanaan tugas.
f.       Pembagian sisa hasil usaha (SHU).
g.      Penggabungan, peleburan, pembagian, dan pembubaran koperasi.
2.    Pengurus
Pengurus dipilih oleh rapat anggota dari kalangan anggota. Pengurus adalah pemegang kuasa rapat anggota. Masa jabatan paling lama lima tahun. Berikut ini tugas pengurus koperasi.
a.       Mengelola koperasi dan bidang usaha.
b.      Mengajukan rencana kerja serta rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi.
c.       Menyelenggarakan rapat anggota.
d.      Mengajukan laporan pelaksanaan tugas dan laporan keuangan koperasi.
e.       Memelihara buku daftar anggota, pengurus, dan pengawas.
Pengurus bertanggung jawab kepada rapat anggota atau rapat anggota luar biasa dalam mengelola usaha koperasi. Jika koperasi mengalami kerugian karena tindakan pengurus baik disengaja maupun karena kelalaiannya, pengurus harus mempertanggungjawabkan kerugian ini. Apalagi jika tindakan yang merugikan koperasi itu karena kesengajaan, pengurus dapat dituntut di pengadilan.
Adapun wewenang pengurus koperasi terdiri atas hal-hal berikut ini.
a.       Mewakili koperasi di dalam dan di luar pengadilan.
b.      Memutuskan penerimaan atau penolakan seseorang sebagai anggota koperasi berdasarkan anggaran dasar koperasi.
c.       Melakukan tindakan untuk kepentingan dan kemanfaatan koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya sebagai pengurus.
3.    Pengawas
Pengawas koperasi adalah salah satu perangkat organisasi koperasi, dan menjadi suatu lembaga/badan struktural koperasi. Pengawas mengemban amanat anggota untuk melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan koperasi. Koperasi dalam melakukan usahanya diarahkan pada bidang-bidang yang berkaitan dengan kepentingan anggota untuk mencapai kesejahteraan anggota. Lapangan usaha itu menyangkut segala bidang kehidupan ekonomi rakyat dan kepentingan orang banyak, antara lain bidang perkreditan (simpan pinjam), pertokoan, usaha produksi, dan usaha jasa.
Sesuai dengan namanya sebagai pengawas koperasi, maka tugas-tugas koperasi seperti berikut ini.
a.    Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan koperasi oleh pengurus.
b.    Membuat laporan tertulis mengenai hasil pengawasan yang telah dilakukannya.
Supaya para pengawas koperasi dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, mereka harus diberi wewenang yang cukup untuk mengemban tanggung jawab tersebut. Pengawas koperasi mempunyai wewenang berikut ini.
a.    Meneliti catatan atau pembukuan koperasi.
b.    Memperoleh segala keterangan yang diperlukan.

Modal Koperasi
Berdasarkan UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, modal koperasi terdiri atas modal sendiri dan modal pinjaman.
1.      Modal Sendiri Koperasi
a)      Simpanan pokok, adalah sejumlah uang yang sama banyaknya dan wajib dibayarkan oleh anggota kepada koperasi pada saat masuk menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.
b)      Simpanan wajib, adalah sejumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama dan wajib dibayar oleh anggota kepada koperasi pada waktu dan kesempatan tertentu. Simpanan wajib tidak dapat diambil selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.
c)      Dana cadangan, adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha. Dana cadangan digunakan untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi.
d)     Hibah, yaitu sumbangan pihak tertentu yang diserahkan kepada koperasi dalam upayanya turut serta mengembangkan koperasi. Hibah tidak dapat dibagikan kepada anggota selama koperasi belum dibubarkan.
2.      Modal Pinjaman Koperasi
Modal pinjaman dapat berasal dari simpanan sukarela, pinjaman dari koperasi lainnya, pinjaman dari bank dan lembaga keuangan lainnya, dan sumber pinjaman lainnya yang sah.
Berdasarkan karakteristik koperasi seperti diuraikan di atas, kita dapat memperoleh gambaran tentang koperasi sebagai suatu sistem ekonomi. Sebagai suatu sistem ekonomi, koperasi dapat dikatakan merupakan salah satu sistem ekonomi campuran.

Sumber: Jurnal Sistem Ekonomi Koperasi Sebagai Solusi Masalah Perekonomian Indonesia: Mungkinkah? - Sugiharsono

Daftar Pustaka:
Dawam  Raharjo,  1997,  Koperasi Indonesia  Menghadapi Abad  ke-21,  Jakarta, DEKOPIN.
Hudiyanto, 2002, Sistem Koperasi (ideologi & pengelolaan), Yogyakarta, UII Press. Kartasapoetra, dkk., (2001), Koperasi Indonesia, Jakarta, PT. Rineka Cipta.
Mudrajad Kuncoro, 2006, Ekonomika Pembangunan (Teori, Masalah, dan Kebijakan),
Yogyakarta, UPP STIM YKPN.
Samuelson, P.A. dan W.D.Nordhaus, 2001, Ilmu Makro Ekonomi, Jakarta, PT. Media
Global Edukasi.

Sugiharsono, 2001, Koperasi Indonesia, Jakarta, Direktorat PSMP DEPDIKNAS. Undang-Undang RI No. 25 th 1992 Tentang Perkoperasian.