Kamis, 26 Mei 2016

STANDARISASI SAMPAI DENGAN PENYUSUNAN SAK

STANDARISASI SAMPAI DENGAN PENYUSUNAN SAK

Standarisasi adalah penetapan aturan yang kaku, sempit dan bahkan mungkin penerapan satu standar/aturan tunggal dalam segala situasi. Standarisasi tidak mengakomodasi perbedaan-perbedaan antar negara, oleh karena itu sulit diimplementasikan secara internasional. Standarisasi berbeda dengan harmonisasi (Choi, 2005).
Harmonisasi jauh lebih fleksibel dan terbuka, tidak menggunakan pendekatan satu untuk semua, tetapi mengakomodasi beberapa perbedaan. Harmonisasi merupakan proses untuk meningkatkan komparabilitas (kesesuaian) praktik akuntansi dengan menentukan batasan-batasan seberapa besar praktik tersebut dapat beragam. Standar harmonisasi bebas dari konflik logika dan dapat meningkatkan daya banding informasi keuangan yang  berasal dari berbagai negara. Secara sederhana harmonisasi dapat diartikan bahwa suatu negara tidak mengikuti sepenuhnya standar yang berlaku secara internasional. Negara tersebut hanya membuat standar akuntansi yang mereka miliki tidak bertentangan dengan standar akuntansi internasional. Menurut Media Akuntansi Desember 2005, Harmonisasi akuntansi dimaksudkan agar standar akuntansi yang dikeluarkan oleh badan penyusun standar di setiap negara selaras denga IAS (International Accounting Standards) yang ditetapkan oleh IASC. Tidak perlu sama pengaturannya secara teknis, asalkan tidak saling bertentangan maka standar 4 akuntansi nasional dikatakan harmonis denga IAS. Pada tahun 1980-1990an, harmonisasi adalah kata yang sering disebut, namun pada tahun 1990-saat ini, di kalangan profesi akuntan di dunia menggunakan istilah konvergensi. Konvergen/Convergen menurut IASB adalah “the same word by word in English”.
Upaya untuk melakukan harmonisasi standar akuntansi telah dimulai jauh sebelum  pembentukan Komite Standar Akuntansi Internasional pada tahun 1973. Baru-baru ini sejumlah perusahaan yang berusaha memperoleh modal di luar negara asal dan para investor yang berusaha melakukan diversifikasi investasi secara internasional menghadapi masalah yang makin meningkat sebagai akibat perbedaan nasional dalam hal akuntansi, pengungkapan dan audit. Harmonisasi akuntansi mencakup:
1.              Standar akuntansi (yang berkaitan dengan pengukuran dan pengungkapannya)
2.              Pengungkapan yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan publik terkait dengan penawaran surat berharga dan pencatatan pada bursa efek
3.              Standar audit
Adapun manfaat harmonisasi internasional adalah :
1.              Secara umum semua laporan keuangan menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa induk, karena bahasa Inggris digunakan di seluruh dunia
2.              Kalangan usaha akan mengalami manfaat yang cukup besar dalam perencanaan biaya, biaya sistem dan pelatihan.

Kerugian yang diperoleh dengan adanya harmonisasi adalah : perpajakan dan jaminan sosial berpengaruh terhadap efisiensi nasional. Persetujuan akan sistem perpajakan akan menjadi pendirian seperti sistem kartel dan akan menghilangkan manfaat yang akan diperoleh dalam persaiangan antar negara. Selanjutnya, bagaimana dengan GAAP global yang terharmonisasi? Tentu saja mempunyai manfaat antara lain :
1.                Pasar modal menjadi global dan modal investasi dapat bergerak di seluruh dunia tanpa hambatan berarti. Standar pelaporan keuangan yang berkualitas tinggi yang digunakan secara konsisten di seluruh dunia akan memperbaiki efisiensi alokasi modal.
2.                Investor dapat membuat keputusan investasi yang lebih baik, portofolio akan lebih beragam dan resiko keuangan berkurang.
3.                Perusahaan-perusahaan dapat memperbaiki proses pengambilan keputusan strategi dalam bidang merger dan akuisisi.
4.                Gagasan terbaik yang timbul dari aktivitas pembuatan standar dapat disebarkan dan mengembangkan standar global yang berkualitas tinggi.
Beberapa pihak mengatakan bahwa penentuan standar internasional merupakan solusi yang terlalu sederhana atas masalah yang rumit. Hal ini juga dikatakan merupakan sebuah taktik KAP-KAP besar yang menyediakan jasa akuntansi internasional untuk memperluas pasarnya. Adopsi standar internasional akan menimbulkan standar yang berlebihan dan dampaknya, perusahaan harus merespon tekanan nasional, politik, sosial dan ekonomi yang semakin meningkat dan semakin dibuat untuk memenuhi ketentuan internasional yang rumit dan berbiaya besar. Pendapat lain mengatakan, pasar modal internasional telah berkembang baik tanpa adanya GAAP global. Harmonisasi prinsip akuntansi internasional tampaknya tidak akan terwujud, tidak ada pihak dominan, tidak ada badan berwenang yang memiliki kemampuan menetapkan adopsi GAAP global.
IASB (International Accounting Standards Board) yang sebelumnya disebut IASC, menginginkan agar standar akuntansi seluruh anggotanya konvergen dengan IFRS. Alasan IASB memilih penerapan konvergensi bukan harmonisasi adalah, karena pengaturan yang konvergen akan meningkatkan daya banding laporan keuangan seluruh dunia serta tidak ada permasalahan time lags.
Konvergensi standar akuntansi merupakan istilah umum dalam IASB. Konvergensi standar akuntansi internasional dan nasional mencakup penghapusan perbedaan secara bertahap yang mencari solusi terbaik atas masalah-masalah akuntansi dan pelaporan. Apabila telah diterapkan konvergensi, maka tidka ada lagi perbedaan-perbedaan akuntansi.Konvergensi IFRS 2012 IAI menyatakan bahwa Indonesia akan menerapkan program konvergensi IFRS atau Indonesian GAAP yang akan dikonvergensikan secara penuh pada tanggal 1 Januari 2012. Menurut Jurnal Akuntan Indonesia (Juni, 2009):
1.                  PSAK 50 (revisi 2006) dan PSAK 55 (revisi 2006) yang semula berlaku efektif untuk periode pada satau setelah 1 Januari 2009 diubah menjadi 1 Januari 2010.
2.                  PSAK 50 mengacu pada IAS 32 (revisi 2005), mengenai Instrumen keuangan: penyajian dan pengungkapan.
3.                  PSAK 55 mengacu pada IAS 39 (revisi 2005), mengenai Instrumen keuangan: pengakuan dan pengukuran.
Menurut jurnal IAI 2009, banyak pihak yeng meragukan karena PSAK 50 dan 55 yang ditetapkan tahun 2006, implementasinya masih diundur hingga 2010. Namun sebagai perbandingan, IFRS setebal 2000-an halaman, 600-an halaman diantaranya membahas IAS 32 dan 39. Artinya materi IAS 32 dan 39 (PSAK 50 dan 55) tidaklah sederhana. IAI tetap berpegang pada keputusannya yaitu melakukan konvergensi IFRS. Konvergensi standar akuntansi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu: harmonisasi (membuat standar sendiri yang tidak berkonflik dengan IFRS), adaptasi (membuat standar sendiri yang disesuaikan dengan IFRS), atau adopsi (mengambil langsung dari IFRS). Apabila adopsi penuh IFRS dilakukan, maka laporan keuangan berdasarkan PSAK tidak memerlukan rekonsiliasi signifikan dengan laporan keuangan berdasarkan IFRS. Manfaat Adopsi penuh IFRS:
1.                Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan menggunakan SAK (Standar Akuntansi Keuangan) yang dikenal secara internasional.
2.                Meningkatkan arus investasi global melalui transparansi.
3.                Menurunkan biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui pasar modal global.
4.                Menciptakan efisiensi laporan keuangan.
Strategi adopsi ada dua cara, yaitu:
1.               Big Bang Strategy, adopsi penuh dilakukan sekaligus tanpa masa transisi (strategi ini biasanya digunakan oleh negara-negara maju dan sebagian kecil negara berkembang seperti : Afrika Selatan).
2.               Gradual Strategy, adopsi secara bertahap, dengan masa transisi.
Adapun arah pengembangan PSAK:
1.                Untuk PSAK yang sama dengan IFRS, maka dilakukan revisi PSAK dan /atau diterbitkan PSAK yang baru.
2.                Untuk PSAK industry khusus, maka dihilangkan dan /atau diterbitkan pedoman Akuntansi.
3.                Untuk PSAK derivasi UU, maka dipertahankan.
4.                Untuk PSAK yang belum/tidak diatur dalam IFRS, amaka dikembangkan
Proses Konvergensi PSAK dengan IFRS akan berdampak pula terhadap pendidikan yaitu:
1.            Perubahan mind stream dan rule –based kepada principle based.
2.            Banyak menggunakan professional judgment :pemahaman substansi dan prinsip yang diatur serta integritas.
3.            Banyak menggunakan fair value accounting :perubahan dari income statement approach ke balance sheet approach.
4.            IFRS selalu berubah dan konsep yang digunakan dalam suatu IFRS dapat berbeda dengan IFRS lain, misalnya lease menggunakan risk and rewardconcept dan pemutakhiran IFRS merupakan suatu keharusan.
5.            Perubahan textbook dari US GAAP kepada IFRS.
Bagaimana halnya dengan Indonesia?Cara mana yang ditempuh dalam melakukan konvergensi? Indonesia memilih untuk melakukan adopsi. Namun bukan adopsi penuh, mengingat adanya perbedaan sifat bisnis dan regulasi di Indonesia. Oleh karena itu, saat ini Standar Akuntansi Keuangan milik Indonesia sebagian besar sudah sama dengan IFRS. Indonesia melakukan konvergensi IFRS ini karena Indonesia sudah memiliki komitmen dalam kesepakatan dengan negara-negara G-20. Tujuan kesepakatan tersebut adalah untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pelaporan keuangan. Selain itu, konvergensi IFRS akan meningkatkan arus investasi global melalui keterbandingan laporan keuangan (saat ini sekitar 120 negara sudah berkomitmen untuk melakukan konvergensi IFRS). Konvergensi IFRS seharusnya dicapai Indonesia pada tahun 2008, namun karena beberapa hal, DSAK (Dewan Standar Akuntansi Keuangan) berkomitmen bahwa konvergensi akan dicapai pada 1 Januari 2012. Kegagalan Indonesia untuk mencapai konvergensi pada tahun 2008 ini harus dibayar dengan masih tingginya tingkat suku bunga kredit untuk Indonesia yang ditetapkan oleh World Bank. Hal ini dikarenakan World Bank menganggap investasi Indonesia masih beresiko karena penyajian laporan keuangan masih menggunakan Standar Akuntansi buatan Indonesia (belum IFRS).

Di dunai internasional, IFRS telah diadopsi oleh banyak negara, termasuk negara-negara Uni Eropa, Afrika, Asia, Amerika Latin dan Australia. Di kawasan Asia, Hongkong, Filipina dan Singapura pun telah mengadopsinya. Sejak 2008, diperkirakan ada sekitar 80 negara mengharuskan perusahaan yang telah terdaftar dalam bursa efek global menerapkan IFRS dalam mempersiapkan dan mempresentasikan laporan keuangan. Dalam konteks Indonesia, meskipun banyak pro dan kontra Konvergensi IFRS dengan PSAK (Pedoman Standar Akuntansi Keuangan) merupakan hal yang sangat penting untuk menjamin dayasaing nasional. Perubahan tatacara pelaporan keuangan dari GAAP, PSAK atau lainnya ke IFRS berdampak sangat luas. IFRS akan menjadi kompetensi wajib baru bagi akuntan publik, penilai (appraiser), akuntan manajemen, regulator dan akuntan pendidik. Mampukah para pekerja accounting menghadapi perubahan yang secara terus-menerus akan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pasar global terhadap informasi keuangan? Bagaimana persiapan Indonesia menyambut IFRS ini? Sejak tahun 2004, profesi akuntan di Indonesia telah melakukan harmonisasi antara PSAK/Indonesian GAAP dan IFRS. Konvergensi IFRS diharapkan tercapai pada 2012. Walaupun IFRS masih belum diterapkan secara penuh saat ini, persiapan dan kesiapan untuk menyambutnya akan memberikan daya saing tersendiri untuk entitas bisnis di Indonesia. Tentunya implementasi IFRS ini akan membutuhkan biaya yang sangat besar, energi dan waktu yang tidak ringan, tetapi biaya untuk tidak mengadopsinya akan jauh lebih signifikan. Komitmen manajemen perusahaan Indonesia untuk mengadopsi IFRS merupakan syarat mutlak untuk meningkatkan daya saing perusahaan Indonesia di masa depan.

PERBEDAAN TUJUAN LAPORAN KEUANGAN ANTARA ALIRAN YANG MENGGUNAKAN ANGLO SAXON DENGAN NON ANGLO SAXON

PERBEDAAN TUJUAN LAPORAN KEUANGAN ANTARA ALIRAN YANG MENGGUNAKAN ANGLO SAXON DENGAN NON ANGLO SAXON

Pada mulanya perkembangan akuntansi di Indonesia, menganut sistem kontinental, sama seperti yang di pakai Belanda. Sistem kontinental ini, yang di sebut juga Tata Buku atau Pembukuan, yang sebenarnya tidak sama dengan akuntansi, karena Tata Buku (Bookkeeping) adalah elemen prosedural dari akuntansi sebagaimana aritmatika adalah elemen prosedural dari matematika. Selain itu, terletak perbedaan antara tata buku dengan Akuntansi, yakni :
1.      Tata Buku (Bookkeeping): menyangkut kegiatan–kegiatan proses akuntansi seperti pencatatan, peringkasan, penggolongan, dan aktivitas – aktivitas lain yang bertujuan untuk menghasilkan informasi akuntansi yang berdasarkan pada data.
2.      Akuntansi (Accounting): menyangkut kegiatan–kegiatan analisis dan interprestasi berdasarkan informasi   akuntansi.
Pertengahan abad ke–18, terjadi Revolusi Industri di Inggris yang mendorong pula perkembangan akuntansi. Pada waktu itu, para manajer pabrik, misalnya ingin mengetahui biaya produksinya. Dengan mengetahui berapa besar biaya produksi, mereka dapat mengawasi efektivitas proses produksi dan menetapkan harga jual. Sejalan dengan itu, berkembanglah akuntansi dalam bidang khusus, yaitu akuntansi biaya yang memfokuskan diri pada pencatatan biaya produksidan penyediaan informasi bagi manajemen. Revolusi Industri mengakibatkan perkembangan akuntansi semakin pesat sehingga menyebar sampai ke Benua Amerika, khususnya di Amerika Serikat dan melahirkan sistem Anglo Saxon.
Seiring perkembangan, selanjutnya tata buku mulai di tinggalkan orang. Di Indonesia, orang atau perusahaan semakin banyak menerapkan sistem akuntansi Anglo Saxon yang berasal dari Amerika, dan ini di sebabkan oleh :
Pada tahun 1957, Adanya konfrontasi Irian Barat antara Indonesia – Belanda yang membuat seluruh pelajar Indonesia yang sekolah di Belanda di tarik kembali dan dapat melanjutkan kembali studinya di berbagai Negara (termasuk Amerika), terkecuali negara Belanda.
Hampir sebagian besar mereka yang berperan dalam kegiatan pengembangan akuntansi menyelesaikan pendidikannya di Amerika, dan menerapkan system akuntansi Anglo Saxon di Indonesia. Sehingga sistem ini lebih dominan di gunakan daripada sistem Kontinental / Tata buku di Indonesia.
Dengan adanya sistem akuntansi Anglo Saxon, Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia membawa dampak positif terhadap perkembangan akuntansi.
Selain itu, terdapat beberapa perbedaan istilah antara tata buku dan akuntansi, yaitu :
·         Istilah ‘perkiraan’, menjadi ‘akun’;
·         Istilah ‘neraca laju’, menjadi ‘kertas kerja’
·         dan lain – lain.
Akuntansi sangat luas ruang lingkupnya, diantaranya teknik pembukuan. Setelah tahun 1960, akuntansi cara Amerika (Anglo- Saxon) mulai diperkenalkan di Indonesia. Jadi, sistem pembukuan yang dipakai di Indonesia berubah dari sistem Eropa (Kontinental) ke sistem Amerika (Anglo- Saxon). Di Inggris, bursa efek pasar dan profesi akuntansi juga berpengaruh dalam proses akuntansi peraturan. Inggris laporan tahunan dan piutang terdiri dari laba konsolidasi dan akun rugi, neraca dan laporan arus kas. Untuk menilai review operasi secara tahunan, laporan direktur adalah harus selalu disertakan. Dalam praktek konsolidasi, metode pembelian biasanya diikuti meskipun dalam beberapa kasus, dan merger akuntansi atau metode penyatuan mungkin diperlukan. Berkaitan dengan praktek pengukuran mereka, Inggris menerapkan pendekatan konservatif daripada kebanyakan negara-negara Anglo Saxon dimana ada selisih penilaian kembali aktiva tetap seperti tanah dan bangunan untuk nilai pasar. Persediaan biaya juga ditentukan dengan metode masuk pertama-dalam metode-first out (FIFO) diizinkan untuk keperluan pajak, sedangkan-terakhir di-first-out (LIFO) Metode tidak diperbolehkan.

Sumber :
http://airdanruanggelap.blogspot.co.id/2013/04/anglo-saxon-eropa.html
https://fransiscadwikarlina.wordpress.com/sejarah-akuntansi-di-indonesia/

PENGARUH BUDAYA TERHADAP PRAKTIK/ PERLAKUAN AKUNTANSI

PENGARUH BUDAYA TERHADAP PRAKTIK/ PERLAKUAN AKUNTANSI

Budaya merupakan faktor lingkungan yang paling kuat mempengaruhi sistim akuntansi suatu negara dan juga bagaimana individu di negara tersebut menggunakan informasi akuntansi. Pengaruh budaya terhadap sistim akuntansi merupakan isu yang banyak dibicarakan oleh akademisi dan praktisi. Bahkan isunya menyangkut tentang apakah budaya mempengaruhi akuntansi atau sebaliknya. Banyak para ahli menawarkan kerangka teori hubungan budaya dan akuntansi seperti Gray dan Hofstede. Pengujian tentang kerangka teori ini pun sudah banyak di lakukan. Hasil pengujian menyimpulkan hasil yang beragam tapi secara keseluruhan kerangka teori Gray dan Hofstede masih relevan bahkan berguna dalam mendisain standar akuntansi internasional selain digunakan oleh investor dalam mapping budaya dan disclosure diberbagai Negara.  
Perkembangan akuntansi diatas dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya adalah kondisi budaya, ekonomi, hukum, social dan politik di lingkungan dimana akuntansi itu berkembang. Akuntansi di negara A akan berbeda dengan negara lainnya. Karena setiap negara mempunyai budaya, ekonomi, social, hukum dan politik yang berbedabeda juga. Negara yang mempunyai kondisi budaya, ekonomi, social, politik dan hukum yang sama akan mempunyai perkembangan akuntansi yang sama.  Budaya merupakan factor lingkungan yang paling kuat mempengaruhi sistim akuntansi suatu negara dan juga bagaimana individu dinegara tersebut menggunakan informasi akuntansi. Banyak di literatur ditemukan argumentasi bahwa akuntansi sangat dipengaruhi oleh budaya (Violet, 1983), dan kurangnya konsensus dalam praktik akuntansi antar negara karena tujuannya adalah budaya bukan masalah teknis (Hofstede, 1986). Argumentasi ini telah membawa kesepakatan yang tak tertulis bahwa budaya negara mempengaruhi dalam memilih teknik akuntansi. 
Ada tiga aspek penting kajian tentang pengaruh budaya terhadap sistim akuntansi, diantaranya adalah (a) pelaporan keuangan, (b) pertimbangan dan sikap auditor, dan (c) sistim pengendalian manajemen.  Mangacu pada model Hofstede's (1980) untuk pembentukan dan stabilisasi pola budaya, Gray (1988) mengembangkan kerengka untuk menjelaskan bagaimana budaya mempengaruhi sistim akuntansi nasional. Secara singkat, Gray (1988) menjelaskan bahwa nilai-nilai budaya yang di amalkan secara bersama-sama di negara tertentu akan merubah budaya akuntansi yang seterusnya akan mempengaruhi sistim akuntansi negara yang bersangkutan 
Budaya adalah nilai dan attitude yang digunakan dan di yakini oleh suatu masyarakat atau negara. Variabel budaya tergambar dalam kelembagaan Negara yang bersangkutan (dalam sistim hukum dll). Hofstede (1980; 1983) meneliti dimensi budaya di 39 negara. Dia mendefinisikan budaya sebagai “The collective programming of the mind which distinguishes the members of one human group from another' (Hofstede 1983) dan membagi dimensi budaya menjadi 4 bagian  
1.      Individualism (lawan dari collectivism). Individualism merefleksikan sejauh mana individu mengharapkan kebebasan pribadi. Ini berlawan dengan collectivism (kelompok) yang didefinisikan menerima tanggungjawab dari keluarga, kelompok masyarakat (suku dll).
2.      Power distance. Didefinisikan sebagai jarak kekuasan antara Boss B dengan Bawahan S dalam hirarki organisasi adalah berbeda antara sejauh mana B dapat menentukan prilaku S dan sebaliknya (Hofstede 1983). Pada masyarakat yang power distance besar, adanya pengakuan tingkatan didalam masyarakat dan tidak memerlukan persamaan tingkatan. Sedangkan pada masyarakat yang power distance kecil, tidak mengakui adanya perbedaan dan membutuhkan persamaan tingkatan didalam masyarakat.
3.      Uncertainty avoidance. Ketidakpastian mengenai masa depan adalah sebagai dasar kehidupan masyarakat. Masyarakat yang tingkat ketidakpastiannya tinggi akan mengurangi dampak ketidakpastian dengan teknologi, peraturan dan ritual. Sedangkan masyarakat dengan tingkat menghindari ketidak pastian yang rendah  akan lebih santai sehingga praktik lebih tergantung prinsip dan penyimpangan akan lebih bisa ditoleransi.
4.      Masculinity, (Vs femininity). Nilai Masculine menekankan pada nilai kinerja dan pencapaian yang nampak,sedangkan  Feminine lebih pada preferensi pada kualitas hidup, hubungan persaudaraan, modis dan peduli pada yang lemah. 
Empat dimensi budaya diatas mengidenfikasi nilai dasar yang mencoba untuk menjelaskan persamaan dan perbedaan budaya secara umum di seluruh dunia. Hofstede dan Bond (1988) menambahkan dimensi budaya kelima yaitu Confucian Dynamism, yang kemudian dinamakan dengan orientasi jangka panjang. Hofstede (2001) mendefinisikan orientasi jangka panjang sebagai gambaran masa datang yang berorientasi pada reward dan punishment. Dimensi ini diciptakan ketika survey budaya cina dan mungkin mewakili perbedaan antara budaya barat dan timur.  
Gray (1988) mengidentifikasi empat budaya akuntansi yang bisa digunakan untuk mendefinisikan sub-budaya akuntansi: Professionalism, Uniformity, Conservatism, and secrecy. Penjelasan mengenai nilai-nilai sub-budaya tersebut sebagai berikut;
1.      Professionalism vs. Statutory Control adalah preferensi untuk melaksanakan pertimbangan profesional individu dan memelihara aturan-aturan yang dibuat sendiri untuk mengatur profesionalitas dan menolak patuh dengan perundangan-undangan dan kontrol dari pihak pemerintah.
2.      Uniformity vs. Flexibility – adalah suatu preferensi untuk memberlakukan praktik akuntansi yang seragam antara perusahaan dan penggunaan praktik tersebut secara konsisten dan menolak flexibelitas.
3.      Conservatism vs. Optimism – adalah suatu preferensi untuk suatu pendekatan hati-hati dalam pengukuran dan juga sesuai dengan ketidakpastian masa yang akan datang. Dimensi menolak untuk konsep lebih optimis dan pendekatan yang penuh resiko.
4.      Secrecy vs Transparency – adalah suatu preferensi untuk bersikap konfidensial dan membatasi disclosure informasi mengenai bisnis dan menolak untuk bersikap transfaran, terbuka, dan pendekatan pertanggungjawaban pada publik. 
Hubungan antara dimensi budaya menurut Hofstede dan dimensi akuntansi menurut Gray dapat diambil kesimpulan sebagai berikut;
1.      Profesionalisme berhubungan erat dengan individualisme yang tinggi, sangat tergantung pada pertimbangan profesional dan menolak pengawasan hukum. Profesionalisme juga berhubungan dengan tingkat menghindari ketidak pastian yang rendah (menerima variasi pertimbangan profesional) dan masculiniti serta power distance yang kecil (butuh dana pensiun dan mutual fund lainnya).
2.      Keseragaman dekat dengan tingkat menghindari ketidakpastian yang kuat dan individualisme yang rendah serta power distance yang tinggi.
3.      Konservatisme  berhubungan kuat dengan menghindari ketidak pastian yang kuat dan induavidualisme yang rendah dan maskulinitas yang tinggi.

4.      Secrecy sangat dekat dengan menghindari ketidakpastian yang tinggi dan power distance yang besar serta  individualisme dan  maskulinitas yang rendah.  

Sumber:
·         Gray, S.J. 1988. Towards a theory of cultural influence on the development of accounting systems internationally. Abacus. Vol. 24: 1-15.

·         Hofstede, G. 2001. Culture's consequences: Comparing values, behaviors, institutions, and organizations across nations. Thousand Oaks: Sage Publications.

Selasa, 29 Maret 2016

Bursa Efek Dunia; IFAC & IASB

Nama Anggota Kelompok (4EB10) :
       1.      Cinthia Hapsari (21212623)
       2.      Esty Putri Ratnasari (22212566)
       3.      Risda Aditya (26212453)

1)      Perbandingan Pelaporan Keuangan dari Tiga Bursa Efek Dunia
Menurut UU RI No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Bursa efek adalah pihak yangmenyelenggarakan dan menyediakan sistem atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual/beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek di antara mereka. Efekadalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang,surat berharga komersial, saham, obligasi,tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dansetiap derivatif dari efek. Berikut adalah tiga bursa efek yang akan dibandingkan mengenaiketentuan pelaporan keuanggannya, yaitu Bursa Efek Indonesia (BEI), Bursa Efek London(LSE), Bursa Efek Tokyo (TSE).

·         Bursa Efek Indonesia (BEI)
Bursa Efek Indonesia atau Indonesia Stock Exchange (IDX) merupakan bursa hasil penggabungan dari Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan Bursa Efek Surabaya (BES) yang terjadi pada tahun 2007 yang dilakukan oleh pemerintah demi adanya efektivitas operasional dantraksaksi. Dengan adanya penggabungan tersebut, BEI mencanangkan visi untuk menjadi bursa yang kompetitif dengan kredibilitas tingkat dunia yang diikuti oleh misi untukmenciptakan daya saing untuk menarik investor dan emiten melalui pemberdayaan AnggotaBursa dan Partisipan, penciptaan nilai tambah, efisiensi biaya serta penerapan goodgovernance.Bursa Efek Indonesia memiliki ketentuan pelaporan keuangan yaitu perusahaan yang tercatatwajib menyampaikan laporan keuangannya secara berkala yang meliputi laporan keuangantahunan dan laporan keuangan interim. Laporan keuangan tahunan yang dimaksud wajibdisusun dan disajikan sesuai dengan peraturan Bapepam nomor VIII.G.7 yang meliputikomponen-komponen sebagai berikut:
1.      Neraca
2.      Laporan Laba Rugi
3.      Laporan Perubahan Ekuitas
4.      Laporan Arus Kas
5.      Catatan Atas Laporan Keuangan

·         Bursa Efek London (LSE)
Bursa Efek London adalah sebuah bursa saham yang terletak di London. Didirikan pada 1801, bursa ini merupakan salah satu bursa saham terbesar di dunia, dengan banyak pencatatan saham dari luar negeri dan juga perusahaan Britania Raya. Pada Juli 204, Bursa Eek London pindah dar Threadneedle Street kePaternoster Square ang resmi dibuka oleh Ratu Elizabeth II pada 27 Juli 2004. Pada Oktober 2013 LSE membuat indeks baru, yaitu Islamic index dengan menerbitkan obligasi syariah untuk memperkuat hubungan ekonomi yang lebih kuat dengan dunia islam dan adanya perkembangan ekonomi syariah di dunia.
Dua sumber utama standar akuntansi keuangan di Inggris adalah hukum perusahaan dan profesi akuntansi. Kegiatan perusahaan yang didirikan di Inggris secara luas diatur olehaktiva yang disebut sebagai undang-undang perusahaan. Undang-undang perusahaandisesuaikan, diperluas dan dikonsolidasikan sepanjang tahun. Penetapan standar di Inggris berkembang dari rekomendasi atas prinsip akuntansi (yang dikeluarkan oleh Institut AkuntanBerizin Resmi di Inggris dan Wales) hingga komite pembentukan Komite Pengarah Standarakuntansi (Accounting Standards Steering Committee) pada tahun 1970, yang kemudiandinamakan sebagai Komite Standar Akuntansi (Accounting Standards Committee). ASC mengeluarkan Pernyataan Praktik Akuntansi Standar (Statements on StandardsAccounting Practice). SSAP dikeluarkan dan dikukuhkan oleh enam badan akuntansitersebut di atas, di mana salah satunya secara efektif dapat melakukan veto terhadap standaryang ada. Laporan Dearing, yang dikeluarkan pada tahun 1988, mengungkapkanketidakpuasan denbgan proses penetapan standar yang ada. Undang-undang Perusahaantahun 1989 merupakan hal penting tidak hanya dalam menggabungkan Direktif Ketujuh UE,tetapi juga dalam meratifikasi rekomendasi Laporan Dearing. Undang-undang tahun 1989tersebut menciptakan Dewan Pelaporan Keuangan (Finance Reporting Council). FRC yang baru dengan tugas untuk mengawasi tiga bagiannya:Badan Standar Akuntansi (Accounting Standards Committee). ASB yang menggantikan ASC pada tahun 1990, sebuah Gugus Tugas Masalah Mendesak (Urgent Issue Task Force). UITF dan sebuah Panel Pengawas Pelaporan Keuangan.Komponen laporan keuangan berupa :
1.      Laporan Direksi
2.      Neraca
3.      Laporan Laba Rugi
4.      Laporan Arus Kas
5.      Laporan Total Keuntungan dan Kerugian Yang Diakui
6.      Catatan Atas Laporan Keuangan
7.      Laporan Auditor

·         Bursa Efek Tokyo (TSE)
Bursa Efek Tokyo (Tokyo Stock Exchange). TSE adalah bursa saham yang terletak di Tokyo, Jepang yang didirikan pada 15 Mei 1878. Pada 18 Januari 2006, akibat dugaan penggelapan uang di perusahaan internet besar bernam Livedoor, terjadi penjualan saham besar-besaran yang mengakibatkan TSE untuk pertama kalinya ditutup lebih awal karena volume perdagangan pada hari tersebut telah mencapai jumlah yang hampir melampaui kapasitas sistem computer di TSE sebesar 4,5 juta perdagangan per hari. Ketentuan pelaporan keuangan pada Bursa Efek Tokyo, perusahaan yang mencatat sahamnya harus melakukan penyusunan laporan keuangan sesuai dengan undang-undang pasar modal yang secara umum mewajibkan laporan keuangan dasar yang sama dengan hukum komersial ditambah dengan laporan arus kas dengan pedoman yang digunakan adalah Financial Accounting Standard Foundation (FASF). Perusahaan yang didirikan menurut hukum komersial, diwajibkan untuk menyusun laporan wajib yang harus mendapat persetujuan dalam rapat pemegang saham yang berisi hal-hal berikut ini :
1.      Neraca
2.      Laporan laba/rugi
3.      Laporan usaha
4.      Proposal atas penentuan penggunaan (aprosiasi) laba ditahan
5.      Skejul pendukung.

2)    Informasi Mengenai IFAC & IASB
·         IFAC (International Federation of Accountants)
            IFAC merupakan organisasi tingkat dunia yang memiliki 159 organisasi anggota di118 negara, yang mewakili lebih dari 2,5 juta orang akuntan. Didirikan pada tahun 1977, misi IFAC adalah untuk mendukung perkembangan profesi akuntansi dengan harmonisasi standar sehingga akuntan dapat memberikan jasa berkualitas tinggi secara konsisten demi kepentingan umum. Majelis IFAC yang bertemu 2,5 tahun, memiliki seorang perwakilan dari setiap organisasi anggota IFAC. Majelis ini memiliki suatu dewan, yang terdiri dari paraindividu yang berasal dari 18 negara yang dipilih untuk masa 2,5 tahun. Dewan ini, yang bertemu setiap 2x setahunnya, menetapkan kebijakan IFAC dan mengawasi operasinya.
Dimulai dengan 63 anggota pendiri dari 51 negara pada tahun 1977, keanggotaan IFAC telah berkembang manjadi sekarang termasuk 179 anggota dan asosiasi di 130 negara dan yuridiksi di seluruh dunia. Untuk memastikan kegiatan IFAC dan pengaturan tubuh yang didukung oleh IFAC standar independen responsive terhadap kepentingan public, Bunga Badan Pengawasan Umum Internasional (PIOB) didirikan pada Februari 2005. Diantara insiatif utama dari IFAC adalah penyelenggaraan Kongres Dunia Akuntan. Mengembangkan standar internasional yang berkualitas tinggi dalam audit dan jaminan, akuntansi sector public, etika, dan pendidikan bagi akuntan professional dan mendukung adopsi mereka dan menggunakan, memfasilitasi kolaborasi dan kerjasama antar instansi anggotanya, berkolaborasi dan bekerja sama dengan organisasi internasional lainnya, dan melayani sebagai juru bicara internasional untuk profesi akuntansi. IFAC memiliki empat standar independen. Masing-masing kelompok terdiri dari relawan dari seluruh dunia yang memiliki latar belakang pengalaman. Penetapan standar ini mengikuti proses hukum yang ketat, menerima masukan dari kelompok-kelompok independen dan individu. Berikut empat standar independen dalam IFAC :
1. The International Auditing and Assurance Standards Board (IAASB)
IAASB adalah sebuah badan penetapan standar independen yang melayani kepentingan public dengan menetapkan standar internasional berkualitas tinggi untuk audit, jaminan, dan standar terkait lainnya, dan dengan memfasilitasi konvergensi audit internasional dannasional dan standar jaminan. Dengan demikian, para IAASB meningkatkan kualitas dan konsistensi praktek di seluruh dunia dan memperkuat kepercayaan publik dalam audit global dan profesi jaminan.

2.  The International Accounting Education Standards Board (IAESB)
IAESB adalah sebuah badan penetapan standar independen yang melayani kepentingan public dengan menetapkan standar di bidang pendidikan akuntansi professional yang meresepkan kompetensi teknis dan keterampilan professional, nilai-nilai, etika, dan sikap.

3.The International Public Sector Accounting Standards Board (IPSASB)
IPSAB adalah standar yang mengembangkan Standar Akuntansi Sektor Publik Internasional(IPSASs), standar berbasis akrual digunakan untuk penyusunan laporan keuangan untuktujuan umum oleh pemerintah dan sektor publik lainnya di seluruh dunia. Melalui standar ini,IPSASB bertujuan untuk meningkatkan kualitas, konsistensi, dan transparansi pelaporankeuangan sektor publik di seluruh dunia. IPSASB juga menerbitkan pedoman danmemfasilitasi pertukaran informasi antara akuntan dan lain-lain yang bekerja di sektor publikdan mempromosikan penerimaan dan konvergensi internasional untuk IPSASs.

4.      The International Ethics Standards Board for Accountants (IESBA, the EthicsBoard)
IESBA adalah sebuah badan penetapan standar independen yang melayani kepentingan publik dengan menetapkan sesuai standar etika internasional, termasuk persyaratan independensi auditor, untuk akuntan professional di seluruh dunia. Ini disusun dalam kode etik akuntan profesional.

·         IASB (International Accounting Standard Board)
Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB), merupakan badan pembuat standar sector swasta yang independen yang didirikan pada tahun 1973 oleh organisasi akuntansi professional di Sembilan Negara dan direkstrukturisasi pada tahu 2001. IASB mewakili organisasi akuntansi dari sekitar 100 negara. Dengan sedemikian luasnya dasar dukungan ini,IASB merupakan kekuatan pendorong dalam penentuan standar akuntansi.Standar IASB sangat kompatibel dengan standar akuntansi yang berlaku di Amerika Serikat,Kanada, Inggris, dan negara-negara lain yang menggunakan akuntansi Anglo Saxon. StandarPelaporan Keuangan Internasional saat ini telah diterima secara luas di seluruh dunia.Sebagai contoh, standar-standar itu adalah :
1.       Digunakan oleh banyak negara sebagai dasar ketentuan akuntansi nasional
2.       Digunakan sebagai acuan internasional di kebanyakan negara-negara industri utama dannegara-negara pasar berkembang yang membuat standarnya sendiri
3.       Diterima oleh banyak bursa efek dan badan regulator yang memperbolehkan perusahaan asing atau domestik untuk menyampaikan laporan keuangan yang disusun menurut IFRS
4.       Diakui oleh Komisi Eropa dan Badan supranasional lainnya. IASB bertanggung jawab untuk pengembangan dan diundangkannya Standar Pelaporan Keuangan Internasional (SAK), diperlukan atau diizinkan untuk digunakan oleh perusahaan di lebih dari 100 negara. IFAC mendukung independen International Public Sector Accounting Standards Board (IPSASB), yang bertanggung jawab untuk mengembangkan Standar Akuntansi Sektor Publik Internasional (IPSASs). IPSASs digunakan oleh peningkatan jumlah otoritas publik, termasuk pemerintah pusat dan daerah, lembaga dan badan pengawas dari seluruh dunia dan oleh banyak organisasi internasional.




Sumber: https://www.academia.edu/8796515/Perbandingan_Laporan_Keuangan_diantara_ketiga_Bursa_Efek_Dunia

Senin, 11 Januari 2016

Asimetri Informasi

Teori Asimetri Informasi

Asimetri informasi  merupakan kondisi di mana ada ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak manajemen sebagai penyedia informasi (prepaper) dengan pihak pemegang saham dan stakeholder pada umumnya sebagai pengguna informasi (user).
Teori asimetri mengatakan bahwa pihak-pihak yang berkaitan dengan perusahaan tidak mempunyai informasi yang sama mengenai prospek dan resiko perusahaan. Pihak tertentu mempunyai informasi yang lebih baik dibandingkan dengan pihak lainnya. Manajer biasanya mempunyai informasi yang lebih baik dibandingkan dengan pihak luar (investor) karena itu bisa dikatakan terjadi asimetri informasi antara manajer dengan infestor. Infestor, yang merasa mempunyai informasi yang lebih sedikit akan berusha menginterpretasikan perilaku manajer. Dengan kata lain, perilaku manajer termasuk dalam perilaku penentuan strktur modal.
Informasi yang lebih banyak dimiliki oleh manajer dapat memicu untuk melakukan tindakan-tindakan yang sesuai dengan keinginan dan kepentingan untuk memaksimumkan utility bagi dirinya.
Sedangkan bagi pemilik modal dalam hal ini investor, akan sulit untuk mengontrol secara efektif tindakan yang dilakukan oleh manajemen karena hanya memiliki sedikit informasi yang ada.
Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Oleh karena itu sebagai pengelola, manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan.

Macam Asimetri Informasi
Menurut Scott (2000), ada dua macam asimetri informasi:
1.         Adverse Selection
Adverse selection adalah jenis asimetri informasi dalam mana satu pihak atau lebih yang melangsungkan atau akan melangsungkan suatu transaksi usaha, atau transaksi usaha potensial memiliki informasi lebih atas pihak-pihak lain. Adverse selection terjadi karena beberapa orang seperti manajer perusahaan dan para pihak dalam (insiders) lainnya lebih mengetahui kondisi kini dan prospek ke depan suatu perusahaan daripada para investor luar.
Para manajer serta orang-orang dalam lainnya biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan investor pihak luar. Dan fakta yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham tersebut tidak disampaikan informasinya kepada pemegang saham.

2.         Moral Hazard
Moral hazard adalah jenis asimetri informasi dalam mana satu pihak yang melangsungkan atau akan melangsungkan suatu transaksi usaha atau transaksi usaha potensial dapat mengamati tindakan-tindakan mereka dalam penyelesaian transaksi-transaksi mereka sedangkan pihak-pihak lainnya tidak. Moral hazard dapat terjadi karena adanya pemisahan pemilikan dengan pengendalian yang merupakan karakteristik kebanyakan perusahaan besar.
Kegiatan yang dilakukan oleh manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi pinjaman. Sehingga manajer dapat melakukan tindakan di luar pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan.

Sumber:

Mamduh Hanafi. 2004.Manajemen Keuangan. Cetakan Pertama. Penerbit BPFE :Yogyakarta.

http://ilmuakuntansi.web.id/pengertian-asimetri-informasi

Manajemen Laba

Manajemen Laba

       Schipper dalam Widodo Lo (2005) mendefinisikan manajemen laba sebagai intervensi atau campur tangan dengan maksud tertentu terhadap proses penyusunan pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk memaksimalkan keuntungan pribadi. Definisi tersebut mengartikan bahwa manajemen laba merupakan perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitas mereka. Manajer melakukan manajemen laba dengan memilih metode atau kebijakan akuntansi tertentu untuk menaikkan laba atau menurunkan laba. Manajer dapat menaikkan laba dengan menggeser laba periode-periode yang akan datang ke periode kini dan manajer dapat menurunkan laba dengan menggeser laba periode kini ke periode-periode berikutnya.
Menurut Davidson, Stickney dan Weil dalam Sulistyanto (2008), manajemen laba merupakan proses untuk mengambil langkah tertentu yang disengaja dalam batas-batas prinsip akuntansi yang diterima umum untuk menghasilkan tingkat yang diinginkan dari laba yang dilaporkan.
National Association of Certified Fraud Examimers dalam Sulistyanto (2008), mendefinisikan manajemen laba sebagai kesalahan atau kelalaian yang disengaja dalam membuat laporan mengenai fakta material atau data akuntansi sehingga menyesatkan ketika semua informasi itu dipakai untuk membuat pertimbangan yang akhirnya akan menyebabkan orang yang membacanya akan mengganti atau mengubah pendapat atau keputusannya
Fisher dan Rosenzweig dalam Sulistyant (2008), menyebutkan bahwa manajemen laba adalah tindakan-tindakan manajer untuk menaikkan (menurunkan) laba periode berjalan dari sebuah perusahaan yang dikelolanya tanpa menyebabkan kenaikan (penurunan) keuntungan ekonomi perusahaan jangka panjang.
Lewitt dalam Sulistyanto (2008), menyatakan bahwa manajemen laba adalah fleksibilitas akuntansi untuk menyetarafkan diri dengan inovasi bisnis. Penyalahgunaan laba ketika publik memanfaatkan hasilnya. Penipuan mengaburkan volatilitas keuangan sesungguhnya. Itu semua dilakukan untuk menutupi konsekuensi dari keputusan- keputusan manajer.

Model Empiris Manajemen Laba
Sulistyanto (2008) menyebutkan secara umum terdapat tiga kelompok model empiris manajemen laba yang diklasifikasikan atas dasar basis pengukuran yang digunakan yaitu model yang berbasis akrual agregat (aggregate accruals), akrual khusus (specific accruals) dan distribusi laba (distribution of earnings).

1.       Model berbasis akrual agregat (aggregate accruals)
Merupakan model yang digunakan untuk mendeteksi aktivitas rekayasa dengan menggunakan discretionary accruals sebagai proksi manajemen laba. Model ini pertama kali dikembangkan oleh Healy, DeAngelo dan Jones. Selanjutnya Dechow, Sloan dan Sweeney mengembangkan model Jones menjadi model yang dimodifikasi (modified Jones Model). Model ini menggunakan total akrual dan model regresi untuk menghitung akrual yang diharapkan (expected accruals)  dan akrual yang tidak diharapkan (unexpected accruals).
Model Jones menggunakan sisa regresi total akrual dari perubahan penjualan dan property, plant and equipment sebagai proksi manajemen laba.. Model Healy merupakan model yang relatif sederhana karena menggunakan total akrual (total accruals) sebagai proksi manajemen laba. Total akrual disini merupakan penjumlahan discretionary accruals dan nondiscretionary accruals. Discretionary accruals merupakan komponen akrual yang dapat diatur dan direkayasa sesuai dengan kebijakan (discretion) manajerial, sementara undiscretionary accruals merupakan komponen akrual yang tidak dapat diatur dan direkayasa sesuai dengan kebijakan manajer perusahaan.
Model Angelo dikembangkan dengan menggunakan perubahan dalam total akrual (change in total accruals) sebagai proksi manajemen laba. Model Jones dimodifikasi (Modified Jones Model) menggunakan sisa regresi total akrual dari perubahan penjualan dan property, plant and equipment, dimana pendapatan disesuaikan dengan perubahan piutang yang terjadi pada periode bersangkutan.

2.       Model akrual khusus (specific accruals)
Yaitu pendekatan yang menghitung akrual sebagai proksi manajemen laba dengan menggunakan item atau komponen laporan keuangan tertentu dari industri tertentu. Misalnya piutang tak tertagih dari sektor industri tertentu atau cadangan kerugian piutang dari industri asuransi.
Model ini dikembangkan oleh McNichols dan Wilson, Petroni, Beaver dan Engel, Beaver dan McNichols. McNichols dan Wilson mengembangka model yang menggunakan sisa provisi untuk piutang tak tertagih, yang diestimasi sebagai sisa regresi provisi untuk piutang tak tertagih pada saldo awal, serta penghapusan piutang periode berjalan dan periode yang akan datang sebagai proksi manajemen laba. Petroni menggunakan klaim terhadap estimasi cadanga kesalahan yang diukur selama lima tahun perkembangan cadangan kerugian penjaminan kerusakan property sebagai proksi manajemen laba.
Model Beaver dan Engel menggunakan biaya yang tersisa dari kerugian pinjaman, yang diestimasi sebagai sisa regresi biaya dari kerugian pinjaman pada charge-of  bersih, pinjaman yang beredar, aktiva yang tidak bermanfaat dan melebihi satu tahun perubahan aktiva tidak bermanfaat sebagai proksi manajemen laba.
Sementara Beneish mengembangkan model yang menggunakan hari-hari dalam indeks piutang, indeks laba kotor (gross margin), indeks kualitas aktiva, indeks depresiasi, indeks biaya administrasi umum dan penjualan, indeks total akrual terhadap total aktiva sebagai proksi manajemen laba. Model  Beaver dan McNichols menggunakan korelasi serial dari satu tahun perkembangan cadangan kerugian penjaminan kerusakan property sebagai proksi manajemen laba.

3.       Model distribusi laba (distribution of earnings).
Pendekatan ini dikembangkan dengan melakukan pengujian secara statistik terhadap komponen-komponen laba untuk mendeteksi faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan laba. Model ini terfokus pada pergerakan laba disekitar benchmack yang dipakai, misalkan laba kuartal sebelumnya. Untuk menguji apakah incidence jumlah yang berada di atas maupun di bawah bencmark telah didistribusikan secara merata atau merefleksikan ketidak berlanjutan kewajiban untuk menjalankan kebijakan yang telah dibuat.
Model ini dikembangkan oleh Burgtahler dan Dichev, Degeorge, Patel dan Zeckhauser serta Myers dan Skinners. Model Burgtahler dan Dichev merupakan model yang menguji apakah frekuensi realisasi laba tahunan yang merupakan bagian atas (bawah) laba yang besarnya nol dan laba akhir tahun adalah lebih besar (kecil) daripada yang diharapkan untuk mendeteksi manajemen laba.
Degeorge, Patel dan Zeckhauser mengembangkan model yang menguji apakah frekuensi realisasi laba kuartalan yang merupakan bagian atas (bawah) laba yang besarnya nol, laba akhir kuartal dan forecast investor adalah lebih besar (kecil) daripada yang diharapkan untuk mendeteksi manajeman laba.
Model Myers dan Skinners merupakan model yang menguji apakah angka-angka laba meningkat yang berurutan adalah lebih besar dibandingkan angka-angka jika tanpa manajemen laba untuk mendeteksi manajemen laba.

Sumber:
Sulistyanto, Sri. 2008. Manajemen Laba, Teori dan Model Empiris. PT. Grasindo. Jakarta.

Widodo Lo, Eko. 2005. Penjelasan Teori Prospek Terhadap Manajemen Laba.  Jurnal Akuntansi dan Manajemen. Vol. XVI. No. 1. April. STIE YKPN. Yogyakarta.