CICAK VS BUAYA JILID II
http://data.tribunnews.com/foto/bank/images/cicak-vs-buaya-jilid-ii-bambang-widjojanto-dan-budi-gunawan_20150123_232633.jpg |
Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali harus berhadapan langsung dengan Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Polri) setelah menetapkan Komisaris Jenderal Polisi
(Komjen Pol) Budi Gunawan sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi.
Polri yang
biasa menjadi tergugat dalam gugatan praperadilan, saat ini harus merasakan
posisi sebagai pihak yang mengajukan gugatan praperadilan terkait penetapan
Komjen Pol Budi Gunawan sebagai tersangka.
Tidak hanya
itu, Budi Gunawan juga melaporkan Abraham Samad dan Bambang Widjojanto kepada
Kejaksaan Agung, karena diduga telah menyalahgunakan kewenangannya sebagai
pimpinan KPK. Alasannya, surat penetapan calon tunggal Kapolri sebagai
tersangka hanya dibubuhi tanda tangan kedua orang tersebut.
Polemik calon
Kapolri ini membuat sejumlah pihak terakhir akan memunculkan konflik cicak vs
buaya baru. Emerson Yuntho, Koordinator Indonesia Corruption Watch, mengatakan
kasus reaksi Polri terhadap penetapan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai
tersangka, dapat memicu konflik yang lebih luas dibandingkan dengan persoalan
sebelumnya.
Emerson
menuturkan KPK kali ini harus berhadapan dengan calon Kapolri yang selangkah
lagi dilantik dan resmi menduduki posisi nomor 1 di Polri. Hal itu lah yang
dipercaya dapat memicu konflik yang lebih luas dibandingkan saat dua pimpinan
KPK berhadapan dengan Susno Duadji yang saat itu berpangkat jenderal bintang
tiga.
“Konfliknya
lebih luas lagi dibandingkan dengan cicak melawan buaya jilid satu, yang
berdampak pada kriminalisasi dua pimpinan KPK,” katanya di Jakarta, Kamis
(22/1).
Emerson
meminta Presiden Joko Widodo segera turun tangan menengahi persoalan yang
melibatkan dua institusi penegak hukum itu. Presiden juga diminta untuk
melindungi KPK dari upaya pelemahan, karena lembaga tersebut saat ini menjadi
satu-satunya yang dipercaya publik dalam memberantas korupsi.
KPK menetapkan
Komjen Pol Budi Gunawan sebagai tersangka, karena diduga menerima hadiah atau
janji saat menjabat Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi Sumber Daya Manusia
Polri periode 2003-2006, dan jabatan lainnya di kepolisian.
KPK menjerat
Budi Gunawan dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b, Pasal 5 ayat (2), serta
Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal
55 ayat (1) ke-1 KUHP. Apabila terbukti melanggar pasal-pasal tersebut, Budi
Gunawan diancam dengan hukuman penjara maksimal seumur hidup.
Gugatan
praperadilan yang dilakukan Mabes Polri sendiri dilakukan, karena Budi Gunawan
masih tercatat sebagai perwira tinggi aktif Polri. Saat masih menjadi Kapolri,
Sutarman pun beberapa kali menegaskan Mabes Polri melalui Divisi Hukum akan
memberikan bantuan hukum kepada yang bersangkutan.
Wakil Presiden
Jusuf Kalla, sebelumnya yakin kasus tersebut tidak akan menyulut konflik cicak
vs buaya jilid baru. Alasannya, KPK dan Polri merupakan dua lembaga penegak
hukum yang saling mendukung dalam menjalankan tugasnya memberantas korupsi.
“KPK banyak di
isi oleh orang dari kepolisian. Hampir separuh orang di KPK itu dari
kepolisian, masa masih dapat memunculkan ketegangan,” ujarnya.
Tedjo Edhy
Purdijatno, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, juga
berharap kasus yang menjerat Komjen Pol Budi Gunawan tidak memunculkan konflik
baru di antara KPK dan Polri.
Dia meyakini
Polri tidak akan menarik penyidiknya yang bertugas di KPK, seperti saat lembaga
pemberantas korupsi itu menetapkan Inspektur Jenderal Polisi (Irjen Pol) Djoko
Susilo yang saat itu menjabat sebagai Kepala Korps Lalu Lintas sebagai
tersangka. Menurutnya, kedua lembaga penegak hukum tersebut telah berjalan
secara profesional, dan terus belajar dari pengalaman masa lalu.
Istilah cicak
melawan buaya sendiri pertama kali muncul dari Susno Duadji saat menjabat
sebagai Kepala Badan Reserse dan Kriminal. Saat itu Susno marah, karena KPK
menyadap percakapannya tentang janji hadiah senilai Rp10 miliar jika berhasil
mencairkan deposito Boedi Sampoerna.
Kepolisian pun
memeriksa Chandra Hamzah yang saat itu menjadi Wakil Ketua KPK, karena diduga
melakukan penyadapan yang tidak sesuai dengan prosedur. Tidak hanya disitu,
Polri pun saat itu menetapkan Chandra Hamzah dan Bibit S Riyanto sebagai
tersangka dalam kasus dugaan suap oleh Anggodo Widjojo.
Anggodo
merupakan adik dari Anggoro Widjojo yang saat itu menjadi tersangka kasus
dugaan korupsi alat komunikasi di Departemen Kehutanan.
Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) yang ketika itu menjadi Presiden pun akhirnya membentuk Tim 8
untuk mencari fakta dalam kasus tersebut. Tim yang dipimpin Adnan Buyung
Nasution itu menghasilkan putusan akhir yang menyatakan kepolisian tidak
memiliki bukti dan dasar hukum untuk menjerat Bibit-Chandra.
Konflik antara
KPK dengan Polri kembali memanas saat KPK menetapkan Irjen Pol Djoko Susilo
sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang
dalam proyek pengadaan alat simulator mengemudi kendaraan bermotor untuk ujian
surat izin mengemudi di Korlantas Polri saat 2011.
Djoko Susilo
menjadi jenderal pertama dari kepolisian yang ditetapkan sebagai tersangka oleh
KPK. Aksi tersebut direspon dengan penarikan besar-besaran penyidik Polri yang
bertugas di KPK oleh Mabes Polri.
Bahkan,
puluhan anggota polisi sempat mendatangi Gedung KPK untuk menangkap Novel
Baswedan, salah seorang penyidik KPK atas tuduhan penganiayaan yang terjadi
delapan tahun sebelumnya.
SBY ketika itu
kembali turun tangan untuk menengahi konflik yang terjadi, dan menilai proses
penetapan Novel sebagai tersangka oleh Polri dilakukan dengan cara dan waktu
yang tidak tepat.
Sumber:
http://kabar24.bisnis.com/read/20150122/16/394266/kpk-vs-polri-cicak-vs-buaya-jilid-ii-akan
0 komentar:
Posting Komentar