52. SISTEM EKONOMI KOPERASI SEBAGAI
SOLUSI MASALAH PEREKONOMIAN INDONESIA: MUNGKINKAH?
Oleh: SUGIHARSONO
(Staf Pengajar FISE Universitas Negeri Yogyakarta)
Koperasi sebagai Solusi Masalah Perekonomian
Indonesia
Sekarang
marilah kita coba mengaitkan koperasi sebagai suatu sistem ekonomi dengan permasalahan
perekonomian Indonesia seperti
yang telah dipaparkan
di muka.
1.
Koperasi dan
Kemiskinan
Makna yang
terkandung dalam pengertian koperasi telah menjelaskan bahwa koperasi merupakan
gerakan ekonomi rakyat.
Dalam hal ini,
koperasi akan menjadi wadah
kegiatan ekonomi rakyat yang pada umumnya merupakan kelompok menengah
ke bawah (miskin).
Mereka ini pada
umumnya tidak mungkin tertampung pada
badan usaha lain seperti
Firma, CV, maupun PT. Dengan wadah koperasi, mereka akan
dapat mengembangkan kegiatan ekonominya, sehingga dapat meningkatkan
pendapatannya. Hal ini tentu dengan catatan: koperasi tersebut harus memiliki
kemampuan untuk membina dan mengembangkan
kegiatan ekonomi mereka.
Oleh karena itu
koperasi harus benar-benar
dikelola secara profesional agar mampu menjadi wadah kegiatan ekonomi rakyat
yang kondusif. Apabila hal ini dapat dilaksanakan pada setiap wilayah kecamatan,
niscaya kemiskinan rakyat
di seluruh penjuru
Indonesia secara bertahap akan dapat diperbaiki kehidupan ekonominya.
2.
Koperasi dan
Ketidakmerataan Pendapatan
Apabila
manajemen koperasi dilaksanakan secara benar dan profesional, maka rakyat yang
menjadi anggota koperasi akan meningkat taraf hidupnya sesuai dengan tujuan
koperasi. Dalam peningkatan taraf hidup ini berarti terjadi peningkatan
kemampuan ekonomi (pendapatan/daya beli) dan peningkatan kemampuan non ekonomi
(misalnya: pendidikan dan sosial). Dengan peningkatan kemampuan pendidikan dan
sosial, mereka tentu akan lebih mampu meningkatkan lagi kemampuan ekonominya.
Dengan demikian kemampuan ekonomi (pendapatan) mereka akan bertambah semakin
besar. Dengan pertambahan kemampuan ekonomi (pendapatan) tersebut diharapkan ketidakmerataan
pendapatan antara masyarakat kecil dengan masyarakat menengah ke atas akan
semakin diperkecil. Hal ini berarti bahwa ketidakmerataan pendapatan akan
diperkecil dengan adanya peningkatan pendapatan rakyat kecil yang dibina
melalui koperasi.
3.
Koperasi dan
Pengangguran
Apabila koperasi
dapat berkembang di setiap wilayah kecamatan di seluruh Indonesia, dan
benar-benar mampu membina kegiatan ekonomi rakyat di sekitarnya, tentu
koperasi akan dapat
menciptakan lapangan kerja
bagi masyarakat di sekitarnya. Apalagi jika kegiatan ekonomi (produksi
dan distribusi) anggotanya dapat berkembang dengan adanya pembinaan koperasi,
niscaya kegiatan ekonomi anggota tersebut juga akan menciptakan lapangan kerja
tersendiri. Dengan demikian melalui koperasi yang dikelola secara benar dan
profesional diharapkan akan diikuti dengan penciptaan-penciptaan lapangan
kerja, dan pada akhirnya akan mengurangi pengangguran.
4.
Koperasi dan
Inflasi
Sebelumnya perlu
kita ketahui terlebih dahulu penyebab terjadinya inflasi. Pada umumnya inflasi
terjadi sebagai akibat adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran
komoditi. Permintaan komoditi terus meningkat, sedangkan penawarannya tetap
atau malah berkurang. Permintaan komiditi masyarakat dipengaruhi oleh tingkat
pendapatan masyarakat. Sementara itu penawaran komoditi dipengaruhi oleh
produksi yang diselenggarakan oleh masyarakat. Dalam keadaan inflasi penawaran
komoditi harus terus ditingkatkan agar harga komoditi tidak menaik. Untuk
meningkatkan penawaran komoditi diperlukan perluasan produksi. Koperasi
merupakan salah satu badan usaha yang sangat potensial untuk melakukan
perluasan produksi, karena jumlah koperasi yang sangat banyak dan variasi
komoditinya pun sangat banyak. Apabila koperasi dikelola secara benar dan
profesional, dengan memperhatikan prinsip-prinsip koperasi (keadilan,
kemandirian, pendidikan, dan
kerja sama), maka
tidak mustahil bahwa koperasi akan dapat mempercepat perluasan produksi.
Dengan perluasan produksi yang dibantu oleh koperasi ini diharapkan penawaran komoditi
akan terus meningkat, dan pada akhirnya akan dapat mengendalikan kenaikan harga
komoditi (inflasi).
5.
Koperasi dan
ketergantungan terhadap luar negeri
Dalam kasus ini,
tampaknya koperasi tidak mampu berbuat lebih banyak. Ketergantungan ekonomi
terhadap luar negeri cenderung lebih dipengaruhi oleh faktor politik luar
negeri pemerintah kita. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang terkait dengan luar
negeri, khususnya yang menyangkut utang luar negeri cenderung dipengaruhi oleh
faktor kekurangmampuan pemerintah dalam mengelola politik luar negeri. Oleh
karena itu terhadap masalah ini, koperasi cenderung tidak mungkin
diikutsertakan untuk memecahkan masalah tersebut. Namun demikian terhadap
keempat permasalahn perekonomian nasional seperti yang dipaparkan diatas,
koperasi masih bisa diharapkan untuk berperan serta mengatasinya.
Pasang-Surut Koperasi di Indonesia
Dalam
perkembangannya, koperasi di Indonesia mengalami pasang dan surut. Sebuah
pertanyaan sederhana namun perlu direnungkan: Mengapa jarang dijumpai ada
Koperasi yang bertumbuh menjadi usaha besar yang menggurita, layaknya pelaku
ekonomi lain, yakni swasta (konglomerat) dan BUMN? Mengapa gerakan ini hanya
berkutat dari persoalan yang satu ke persoalan lain, dan cenderung stagnan
alias berjalan di tempat? Mengapa Koperasi sulit berkembang di tengah
"habitat" alam Indonesia? Padahal, upaya pemerintah untuk
"memberdayakan" Koperasi seolah tidak pernah habis. Bahkan, bila
dinilai, mungkin amat memanjakan. Berbagai paket program bantuan dari
pemerintah seperti kredit program: KKop, Kredit Usaha Tani (KUT), pengalihan
saham (satu persen) dari perusahaan besar ke Koperasi, skim program KUK dari
bank dan Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang merupakan kredit komersial dari
perbankan, juga "paket program" dari Permodalan Nasional Madani
(PNM), terus mengalir untuk memberdayakan gerakan ekonomi kerakyatan ini.
DEKOPIN bersama Kementerian Koperasi dan UKM bertekad untuk mengubah stigma
koperasi yang masih melekat sebagai ekonomi marjinal, pelaku bisnis yang per!u
dikasihani, pelaku bisnis "pupuk bawang", pelaku bisnis tak
profesional, s'ahlngga dapat menjadi pelaku ekonomi nasional yang dominan.
Masalah tersebut tidak bisa dilepaskan dari substansi Koperasi yang berhubungan
dengan semangat. Dalam konteks ini adalah semangat kekeluargaan dan
kegotongroyongan. Jadi, bila Koperasi dianggap kecil, tidak berperan, dan
merupakan kumpulan serba lemah, itu terjadi karena adanya pola pikir yang
menciptakan demikian. Singkatnya, pemikiran kita dipolakan, bahwa koperasi
adalah untuk yang kecil-kecil, sementara yang menengah bahkan besar, untuk
kalangan Usaha Swasta. Di sinilah terjadinya penciptaan paradigma yang salah.
Hal ini mungkin terjadi akibat gerakan Koperasi terlalu sarat berbagai
embel-embel, sehingga ia seperti orang kerdil yang menggendong sekarung beras
di pundaknya. Koperasi adalah "badan usaha", juga "perkumpulan
orang" termasuk yang "berwatak sosial". Definisi yang melekat
jadi memberatkan, yakni "organisasi sosial yang berbisnis" atau
"Iembaga ekonomi yang mengemban fungsi sosial."
Di
Indonesia, beberapa Koperasi sebenarnya sudah bisa dikatakan memiliki unit
usaha besar dan beragam serta tumbuh menjadi raksasa bisnis berskala besar
menguasai hajat hidup orang banyak dan merangsek ke berbagai bidang
usaha-bisnis komersial, omzet mereka mencapai milyaran rupiah setiap bulan.
Namun demikian seperti dikatakan Bung Hatta: walaupun usahanya besar, koperasi
yang belum bisa mensejahterakan anggotanya berarti bukan koperasi yang
sesungguhnya, sebab koperasi adalah untuk kepentingan anggota.
Problematika ekonomi kita dan kedaulatan bangsa
kita akan bisa kita atasi ketika kita menggunakan sistem ekonomi yang sesuai
dengan kondisi masyarakat kita dan yang berdasarkan UUD 45, dengan badan usaha
koperasi ujudnya. Masalahnya, hingga saat ini masih diberlakukan asas
individualisme yang menjadi dasar sistem ekonomi kolonial yang dipelihara oleh
Wetboek van Koophandel (KUHD). Itulah sebabnya UUD 1945 memiliki Aturan
Peralihan, yang menegaskan bahwa sistem hukum kolonial berdasar KUH Perdata,
KUH Pidana, KUHD, dll tetap berlaku secara temporer, yaitu berkedudukan sebagai
"sementara sebelum diadakan yang baru menurut UUD 1945", artinya
dalam posisi "peralihan".
Sumber:
Jurnal Sistem Ekonomi Koperasi Sebagai Solusi Masalah Perekonomian Indonesia:
Mungkinkah? - Sugiharsono
Daftar
Pustaka:
Dawam Raharjo,
1997, Koperasi Indonesia Menghadapi Abad ke-21,
Jakarta, DEKOPIN.
Hudiyanto,
2002, Sistem Koperasi (ideologi & pengelolaan), Yogyakarta, UII Press.
Kartasapoetra, dkk., (2001), Koperasi Indonesia, Jakarta, PT. Rineka Cipta.
Mudrajad
Kuncoro, 2006, Ekonomika Pembangunan (Teori, Masalah, dan Kebijakan),
Yogyakarta,
UPP STIM YKPN.
Samuelson,
P.A. dan W.D.Nordhaus, 2001, Ilmu Makro Ekonomi, Jakarta, PT. Media
Global
Edukasi.
Sugiharsono,
2001, Koperasi Indonesia, Jakarta, Direktorat PSMP DEPDIKNAS. Undang-Undang RI
No. 25 th 1992 Tentang Perkoperasian.
0 komentar:
Posting Komentar