52. SISTEM EKONOMI KOPERASI SEBAGAI
SOLUSI MASALAH PEREKONOMIAN INDONESIA: MUNGKINKAH?
Oleh: SUGIHARSONO
(Staf Pengajar FISE Universitas Negeri Yogyakarta)
Sistem
Ekonomi Indonesia
Indonesia
tidak menganut Sistem ekonomi tradisional, Sistem ekonomi komando, Sistem
ekonomi pasar, maupun Sistem ekonomi campuran. Sisten ekonomi yang diterapkan
di Indonesia adalah Sistem Ekonomi Pancasila, yang di dalamnya terkandung
demokrasi ekonomi maka dikenal juga dengan Sistem Demokrasi Ekonomi. Demokrasi
Ekonomi berarti bahwa kegiatan ekonomi dilakukan dari, oleh, dan untuk rakyat
di bawah pengawasan pemerintah hasil pemilihan rakyat. Dalam pembangunan ekonomi
masyarakat berperan aktif, sementara pemerintah berkewajiban memberikan arahan
dan bimbingan serta menciptakan iklim yang sehat guna meningkatkan keejahteraan
masyarakat.
Salah
satu ciri positif demokrasi ekonomi adalah potensi, inisiatif, daya kreasi setiap
warga negara dikembangkan dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan
umum. Negara sangat mengakui setiap upaya dan usaha warga negaranya dalam
membangun perekonomian.
Adapun
ciri negatif yang harus dihindari dalam sistem perekonomian kita karena
bersifat kontradiktif dngan nilai-nilai dan kepribadian bangsa Indonesia adalah
sebagai berikut :
1) Sistem ”Free Fight
Liberalism”, yang menumbuhkan eksploitau manusia dan bangsa lain;
2) Sistem “Etatisme”,
negara sagat dominan serta mematikan potensi dan daya kresi unit-unit ekonomi
di luar sektor negara
3) Pemusatan kekuatan
ekonomi pada suatu keompok dalam bentuk monopoli yang mergikan masyarakat.
Landasan
perekonomian Indonesia adalah pasal 33 Ayat 1, 2, 3, dan 4 UUD 1945 hasil
Amendemen, yang berbunyi sebagai berikut :
a) Perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan;
b) Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara da menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara;
c) Bumi, air, dan
kekayaan ala yang terkandung si dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besranya kemakmuran rakyat.
d) Perekonomian
nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional.
Selain
tercantum dalam penjelasan Pasal 33 UUD 1945, demokrasi ekonomi tercantum dalam
Tap MPRS No. XXII/MPRS/1996 sebagai cta-cita sosial dengan ciri-cirinya. Selanjutnya,
setiap Tap MPR tentang GBHN mencantumkan demokrasi ekonomi sebagai dasar
pelaksanaan pembangunan dengan ciri-ciri posiif yang selalu harus dipupuk dan
dikembangkan. Ciri-ciri positif diuraikan dalam poin-poin berikut :
a) Perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan;
b) Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara da menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara;
c) Bumi, air, dan
kekayaan ala yang terkandung si dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besranya kemakmuran rakyat.
d) Perekonomian
nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional.
e) Warga memiliki
kebebasan dalam memilih pekerjaan dan penghidupan yang layak;
f) Hak milik
perseorangan diakui pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan
masyarakat;
g) Potensi, inisiatif,
dan daya kreasi setiap warga negara dikembangkan salam batas-batas yang tidak
merugikan kepentngan umum;
h) Sumber-sumber
kekayaan dan keuangan negara dgunakan dengan pemufakatan lembaga-lembaga
perwakilan rakyat;
i) Fakir miskin dan
anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
Sistem
Ekonomi Indonesia yang bercorak kapitalistik sudah mulai terasa sejak rezim
Soeharto berkuasa. Pada saat itu, sejarah memang mencatat, bagaimana
pertumbuhan ekonomi begitu pesat. Para analis pada saat itu mengakui Indonesia
sebagai ekonomi industri dan pasar utama yang berkembang. Selama lebih dari 30
tahun pemerintahan Orde Baru, ekonomi Indonesia tumbuh dari GDP per kapita $70
menjadi lebih dari $1.000 pada 1996. Melalui kebijakan moneter dan keuangan
yang ketat, inflasi ditahan sekitar 5–10%, rupiah stabil dan pemerintah
menerapkan sistem anggaran berimbang (www.wikipedia.org). Namun, pertumbuhan
yang ditopang oleh utang luar negeri ini pada akhirnya mencapai bubble economic
pada tahun 1998.
Semenjak
corak perekonomian berubah arah menuju Kapitalistik, bahkan belakangan menjadi
lebih liberal, sedikit demi sedikit berbagai asset negara dijual kepada asing
dengan alasan memperbaiki kinerja dan penyelamatan APBN. Hal ini sangat nampak
terutama saat Presiden Megawati memimpin negeri ini. Padahal, sudah jelas dalam
UUD pasal 33 dijelaskan bahwa seluruh asset yang menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai negara dan digunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sebagai
contoh, PT Freeport yang sudah mengangkangi tambang emas terbesar di dunia ini,
telah bercokol di Indonesia sudah lebih dari setengah abad. Pemasukan yang
diperoleh Freeport McMoran dari PT Freeport Indonesia, dan PT. Indocopper
Investama (keduanya merupakan perusahaan yang beroperasi di Pegunungan Tengah
Papua) mencapai 380 juta dollar (hampir 3.8 trilyun) lebih untuk tahun 2004
saja. (www.walhi.or.id) Selama 3 tahun hingga tahun 2004, total pengasihan PT.
Freeport kepada Republik Indonesia hanya kurang lebih dari 10-13 % pendapatan
bersih di luar pajak atau paling banyak sebesar 46 juta dollar (460 milyar
rupiah) (idem). Belum lagi penguasaan blok cepu oleh Exxon Mobile, di mana
Indonesia benar-benar dipermalukan dengan prosentase keuntungan untuk negeri
ini sebesar 0%.
Padahal,
berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Lingkaran Survey Indonesia,
Masyarakat Indonesia sebagian besar tidak setuju (69.7%) munculnya perusahaan
asing yang mengelola kekeyaaan alam Indonesia. Hanya 9.7% yang setuju / sangat
setuju. Alasan ketidaksetujuan, sebagian besar (32.2%) karena kekayaan alam itu
berada di Indoensia sudah selayaknya kekayaan alam itu dikelola oleh perusahaan
asal Indonesia.( www.lsi.co.id. 11/08/2006)
Bila
saja seluruh asset ini benar-benar dikelola oleh negara, maka Insya Allah,
biaya pendidikan mulai dari TK hingga Perguruan Tinggi sangat mungkin menjadi
gratis, paling tidak murah. Hal ini tentu terjadi, karena kesalahan dalam
menempatkan kepemilikan.
Masalah Perekonomian Nasional Indonesia
1.
Kemiskinan
Data BPS
menunjukkan bahwa angka kemiskinan Indonesia pada tahun 2008 masih berada pada
tingkat yang cukup tinggi, yaitu 15,42. Angka ini memang lebih rendah dibanding
dengan angka kemiskinan tahun sebelumnya. Namun demiian apabila jumlah penduduk
Indonesia pada tahun 2008 sekitar 240 juta jiwa, berarti masih ada sekitar 36
juta jiwa penduduk Indonesia yang hidup dalam kemiskinan. Jumlah pen-duduk
miskin ini merupakan masalah yang cukup berat bagi pemerintah Indonesia.
Pemerintah harus menyediakan subsidi (BLT) yang semakin besar, sementara
kemampuan keuangan pemerintah (dari dalam negeri) juga tidak lebih baik.
2.
Ketidakmerataan
pendapatan masyarakat
Hasil
pembangunan ekonomi nasional seharusnya dapat dinikmati oleh seluruh penduduk
Indonesia secara merata. Namun kenyataannya, kelompok penduduk menengah ke atas
cenderung lebih banyak menikmati hasil pembangunan tersebut. Data tahun 2004
yang pada tahun 2008/2009 mungkin juga
tidak mengalami perubahan secara signifikan, menunjukkan bahwa 40% penduduk
Indonesia yang berpendapatan rendah menikmati hasil pembangunan (pembagian
pendapatan) sebesar 20,8%; 40% penduduk Indonesia yang berpendapatan menengah
menikmati hasil pembangunan (pembagian pendapatan) sebesar 37,1%; dan 20%
penduduk Indonesia yang berpendapatan tinggi menikmati hasil pembangunan
(pembagian pendapatan) sebesar 42,1%. (Kuncoro, M., 2006: 140). Indeks Gini pun
menunjukkan angka yang cukup besar yaitu 0,376 pada tahun 2007. Hal ini berarti
bahwa hasil pembangunan ekonomi dalam bentuk pendapatan nasional masih lebih
banyak dinikmati oleh penduduk yang berpendapatan menengah ke atas. Dengan kata
lain masih terjadi ketidakmerataan pembagian pendapatan sebagai hasil pembangunan
ekonomi nasional.
3.
Pengangguran
Data BPS
menunjukkan bahwa angka pengangguran terbuka pada tahun 2009 dibanding dengan
tahun sebelumnya menunjukkan kenaikan hingga menjadi 9%. Apabila jumlah
penduduk Indonesia pada pertengahan 2009 naik menjadi sekitar 242,5 juta jiwa,
ini berarti jumlah penganggur di Indonesia
pada tahun 2009 menjadi sekitar 21,82 juta jiwa. Jumlah penganggur ini
merupakan masalah yang berat bagi pemerintah Indonesia, karena kemampuan
pemerintah untuk menyediakan lapangan kerja pada tahun 2009 masih jauh dari
jumlah tersebut.
4.
Inflasi yang
relatif masih cukup tinggi
Data Moneter
Bank Indonesia 2009 menunjukkan bahwa tingkat inflasi pada bulan Januari 2009
adalah 9,17%. Tingkat inflasi ini lebih rendah dibanding tingkat inflasi pada
bulan Desember 2008 yaitu 11,06%. Namun demikian, tingkat inflasi itu masih
harus ditekan lebih rendah lagi agar daya beli masyarakat bisa meningkat,
sehingga kesejahteraannya juga meningkat.
5.
Ketergantungan
terhadap luar negeri cukup tinggi
Dalam aspek
produksi tertentu, pemerintah Indonesia masih bergantung pada (diatur) luar
negeri, misalnya dalam hal pengelolaan SDA (sumber daya alam). Hal ini
mengakibatkan hasil yang diperoleh bangsa Indonesia dari pengelolaan SDA
tersebut menjadi tidak optimal. Utang luar negeri pun semakin meningkat, (tahun
2009 mencapai Rp1.667 Triliun). Akibatnya lebih dari 30% APBN digunakan untuk
membayar angsuran utang luar negeri. Jumlah angsuran sebesar itu tentu akan
mengganggu pelaksanaan pembangunan nasional, yang pada akhirnya akan mengurangi
kesejahteraan rakyat.
Sumber:
Jurnal Sistem Ekonomi Koperasi Sebagai Solusi Masalah Perekonomian Indonesia:
Mungkinkah? - Sugiharsono
Daftar
Pustaka:
Dawam Raharjo,
1997, Koperasi Indonesia Menghadapi Abad ke-21,
Jakarta, DEKOPIN.
Hudiyanto,
2002, Sistem Koperasi (ideologi & pengelolaan), Yogyakarta, UII Press.
Kartasapoetra, dkk., (2001), Koperasi Indonesia, Jakarta, PT. Rineka Cipta.
Mudrajad
Kuncoro, 2006, Ekonomika Pembangunan (Teori, Masalah, dan Kebijakan),
Yogyakarta,
UPP STIM YKPN.
Samuelson,
P.A. dan W.D.Nordhaus, 2001, Ilmu Makro Ekonomi, Jakarta, PT. Media
Global
Edukasi.
Sugiharsono,
2001, Koperasi Indonesia, Jakarta, Direktorat PSMP DEPDIKNAS. Undang-Undang RI
No. 25 th 1992 Tentang Perkoperasian.
0 komentar:
Posting Komentar