KODE ETIK AUDITOR
ANTARA KONSEP & REALITA
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia
dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang
berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada
instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan
tanggung-jawab profesionalnya.
A. Prinsip
Etika, disahkan oleh Kongkres
1. Tanggung
Jawab Profesi
2. Kepentingan
Publik
3. Integritas
4. Objektivitas
5. Prinsip
Kelima Kompetensi dan Kehati-hatian
Profesional
6. Kerahasiaan
7. Perilaku
Profesional
8. Standar
Teknis
B. Aturan
Etika, disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan
C. Interpretasi
Aturan Etika, dibentuk oleh Himpunan
Pelanggaran Kode Etik Auditor
1. Manipulasi
Laporan Keuangan PT KAI
Transparansi serta kejujuran dalam pengelolaan lembaga
yang merupakan salah satu derivasi amanah reformasi ternyata belum sepenuhnya
dilaksanakan oleh salah satu badan usaha milik negara, yakni PT Kereta Api
Indonesia. Dalam laporan kinerja keuangan tahunan yang diterbitkannya pada
tahun 2005, ia mengumumkan bahwa keuntungan sebesar Rp. 6,90 milyar telah
diraihnya. Padahal, apabila dicermati, sebenarnya ia harus dinyatakan menderita
kerugian sebesar Rp. 63 milyar. Kerugian ini terjadi karena PT Kereta Api
Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih
pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak pihak
ketiga dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal, berdasarkan standar akuntansi
keuangan, ia tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau asset.
Dengan demikian, kekeliruan dalam
pencatatan transaksi atau perubahan keuangan telah terjadi di sini. Di
lain pihak, PT Kereta Api Indonesia memandang bahwa kekeliruan pencatatan
tersebut hanya terjadi karena perbedaan persepsi mengenai pencatatan piutang
yang tidak tertagih. Terdapat pihak yang menilai bahwa piutang pada pihak
ketiga yang tidak tertagih itu bukan
pendapatan. Sehingga, sebagai konsekuensinya PT Kereta Api Indonesia
seharusnya mengakui menderita kerugian sebesar Rp. 63 milyar. Sebaliknya, ada
pula pihak lain yang berpendapat bahwa
piutang yang tidak tertagih tetap dapat dimasukkan sebagai pendapatan PT Kereta
Api Indonesia sehingga keuntungan sebesar Rp. 6,90 milyar dapat diraih pada
tahun tersebut. Diduga, manipulasi laporan keuangan PT Kereta Api Indonesia
telah terjadi pada tahun-tahun
sebelumnya. Sehingga, akumulasi permasalahan terjadi disini.
Sumber:
http://www.antaranews.com/view/?i=1153914935&c=EKU&s=
PT KAI sebagai suatu lembaga memang memiliki kewenangan untuk
menyusun laporan keuangannya dan memilih auditor eksternal untuk melakukan
proses audit terhadap laporan keuangan tersebut. Tetapi, PT KAI tidak boleh
mengabaikan dimensi organisasional
penyusunan laporan keuangan dan proses audit. Ada hal mendasar yang
harus diperhatikannya sebagai wujud penerapan tata kelola perusahaan yang baik
(good corporate governance). Auditor eksternal yang dipercayai harus
benar-benar memiliki integritas serta
prosesnya harus terlaksana berdasarkan kaidah-kaidah yang telah diakui
validitasnya, dalam hal ini PSAK dan SPAP.
Selain itu, auditor eksternal wajib melakukan komunikasi
secara benar dengan komite audit yang
ada pada PT Kereta Api Indonesia guna membangun kesepahaman (understanding)
diantara seluruh unsur lembaga. Selanjutnya, soliditas kelembagaan diharapkan
tercipta sehingga mempermudah penerapan sistem pengendalian manajemen di
dalamnya. Secara tidak langsung, upaya ini menunjang perwujudan tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat
luas sebagai salah satu pengampu kepentingan
2. Kasus
KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono
September tahun 2001, KPMG-Siddharta Siddharta &
Harsono harus menanggung malu. Kantor akuntan publik ternama ini terbukti menyogok
aparat pajak di Indonesia sebesar US$ 75 ribu. Sebagai siasat, diterbitkan
faktur palsu untuk biaya jasa profesional KPMG yang harus dibayar kliennya PT
Easman Christensen, anak perusahaan Baker Hughes Inc. yang tercatat di bursa
New York. Berkat aksi sogok ini, kewajiban pajak Easman memang susut drastis.
Dari semula US$ 3,2 juta menjadi hanya US$ 270 ribu. Namun, Penasihat Anti Suap
Baker rupanya was-was dengan polah anak perusahaannya. Maka, ketimbang
menanggung risiko lebih besar, Baker melaporkan secara suka rela kasus ini dan
memecat eksekutifnya.Badan pengawas pasar modal AS, Securities & Exchange
Commission, menjeratnya dengan Foreign Corrupt Practices Act, undang-undang
anti korupsi buat perusahaan Amerika di
luar negeri. Akibatnya, hampir saja Baker dan KPMG terseret ke pengadilan distrik Texas. Namun, karena Baker
mohon ampun, kasus ini akhirnya diselesaikan di luar pengadilan. KPMG pun
terselamatan.
Sumber:http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol3732/font-size1-colorff0000bskandal-penyuapan-pajakbfontbr-kantor-akuntan-kpmg-indonesia-digugat-di-as
Kasus KPMG-Siddharta Siddharta
& Harsono juga melibatkan kantor akuntan publik yang dinilai terlalu
memihak kepada kliennya. Pada kasus ini KPMG melanggar prinsip intregitas dimana
dia menyuap aparat pajak hanya untuk kepentingan kliennya, hal ini dapat
dikatakan tidak jujur dan tidak adil dalam melaksanakan tugasnya. Selain
prinsip tersebut, akuntan juga telah melanggar prinsip obyektivitas hingga ia
bersedia melaukan kecurangan. Di sini terihat bahwa ia telah berat sebelah
dalam memenuhi kewajiban profesionalnya.
0 komentar:
Posting Komentar