PENGARUH
BUDAYA TERHADAP PRAKTIK/ PERLAKUAN AKUNTANSI
Budaya merupakan faktor lingkungan
yang paling kuat mempengaruhi sistim akuntansi suatu negara dan juga bagaimana
individu di negara tersebut menggunakan informasi akuntansi. Pengaruh budaya
terhadap sistim akuntansi merupakan isu yang banyak dibicarakan oleh akademisi
dan praktisi. Bahkan isunya menyangkut tentang apakah budaya mempengaruhi
akuntansi atau sebaliknya. Banyak para ahli menawarkan kerangka teori hubungan
budaya dan akuntansi seperti Gray dan Hofstede. Pengujian tentang kerangka
teori ini pun sudah banyak di lakukan. Hasil pengujian menyimpulkan hasil yang
beragam tapi secara keseluruhan kerangka teori Gray dan Hofstede masih relevan
bahkan berguna dalam mendisain standar akuntansi internasional selain digunakan
oleh investor dalam mapping budaya dan disclosure diberbagai Negara.
Perkembangan akuntansi diatas
dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya adalah kondisi budaya, ekonomi,
hukum, social dan politik di lingkungan dimana akuntansi itu berkembang.
Akuntansi di negara A akan berbeda dengan negara lainnya. Karena setiap negara
mempunyai budaya, ekonomi, social, hukum dan politik yang berbedabeda juga.
Negara yang mempunyai kondisi budaya, ekonomi, social, politik dan hukum yang
sama akan mempunyai perkembangan akuntansi yang sama. Budaya merupakan factor lingkungan yang paling
kuat mempengaruhi sistim akuntansi suatu negara dan juga bagaimana individu
dinegara tersebut menggunakan informasi akuntansi. Banyak di literatur
ditemukan argumentasi bahwa akuntansi sangat dipengaruhi oleh budaya (Violet,
1983), dan kurangnya konsensus dalam praktik akuntansi antar negara karena
tujuannya adalah budaya bukan masalah teknis (Hofstede, 1986). Argumentasi ini
telah membawa kesepakatan yang tak tertulis bahwa budaya negara mempengaruhi dalam
memilih teknik akuntansi.
Ada tiga aspek penting kajian
tentang pengaruh budaya terhadap sistim akuntansi, diantaranya adalah (a)
pelaporan keuangan, (b) pertimbangan dan sikap auditor, dan (c) sistim
pengendalian manajemen. Mangacu pada
model Hofstede's (1980) untuk pembentukan dan stabilisasi pola budaya, Gray
(1988) mengembangkan kerengka untuk menjelaskan bagaimana budaya mempengaruhi
sistim akuntansi nasional. Secara singkat, Gray (1988) menjelaskan bahwa
nilai-nilai budaya yang di amalkan secara bersama-sama di negara tertentu akan
merubah budaya akuntansi yang seterusnya akan mempengaruhi sistim akuntansi
negara yang bersangkutan
Budaya adalah nilai dan attitude
yang digunakan dan di yakini oleh suatu masyarakat atau negara. Variabel budaya
tergambar dalam kelembagaan Negara yang bersangkutan (dalam sistim hukum dll).
Hofstede (1980; 1983) meneliti dimensi budaya di 39 negara. Dia mendefinisikan
budaya sebagai “The collective programming of the mind which distinguishes the
members of one human group from another' (Hofstede 1983) dan membagi dimensi
budaya menjadi 4 bagian
1. Individualism
(lawan dari collectivism). Individualism merefleksikan sejauh mana individu
mengharapkan kebebasan pribadi. Ini berlawan dengan collectivism (kelompok)
yang didefinisikan menerima tanggungjawab dari keluarga, kelompok masyarakat
(suku dll).
2. Power
distance. Didefinisikan sebagai jarak kekuasan antara Boss B dengan Bawahan S
dalam hirarki organisasi adalah berbeda antara sejauh mana B dapat menentukan
prilaku S dan sebaliknya (Hofstede 1983). Pada masyarakat yang power distance
besar, adanya pengakuan tingkatan didalam masyarakat dan tidak memerlukan
persamaan tingkatan. Sedangkan pada masyarakat yang power distance kecil, tidak
mengakui adanya perbedaan dan membutuhkan persamaan tingkatan didalam
masyarakat.
3. Uncertainty
avoidance. Ketidakpastian mengenai masa depan adalah sebagai dasar kehidupan
masyarakat. Masyarakat yang tingkat ketidakpastiannya tinggi akan mengurangi
dampak ketidakpastian dengan teknologi, peraturan dan ritual. Sedangkan
masyarakat dengan tingkat menghindari ketidak pastian yang rendah akan lebih santai sehingga praktik lebih
tergantung prinsip dan penyimpangan akan lebih bisa ditoleransi.
4. Masculinity,
(Vs femininity). Nilai Masculine menekankan pada nilai kinerja dan pencapaian
yang nampak,sedangkan Feminine lebih
pada preferensi pada kualitas hidup, hubungan persaudaraan, modis dan peduli
pada yang lemah.
Empat dimensi budaya diatas
mengidenfikasi nilai dasar yang mencoba untuk menjelaskan persamaan dan
perbedaan budaya secara umum di seluruh dunia. Hofstede dan Bond (1988)
menambahkan dimensi budaya kelima yaitu Confucian Dynamism, yang kemudian
dinamakan dengan orientasi jangka panjang. Hofstede (2001) mendefinisikan
orientasi jangka panjang sebagai gambaran masa datang yang berorientasi pada
reward dan punishment. Dimensi ini diciptakan ketika survey budaya cina dan
mungkin mewakili perbedaan antara budaya barat dan timur.
Gray (1988) mengidentifikasi empat
budaya akuntansi yang bisa digunakan untuk mendefinisikan sub-budaya akuntansi:
Professionalism, Uniformity, Conservatism, and secrecy. Penjelasan mengenai
nilai-nilai sub-budaya tersebut sebagai berikut;
1. Professionalism
vs. Statutory Control adalah preferensi untuk melaksanakan pertimbangan
profesional individu dan memelihara aturan-aturan yang dibuat sendiri untuk
mengatur profesionalitas dan menolak patuh dengan perundangan-undangan dan kontrol
dari pihak pemerintah.
2. Uniformity
vs. Flexibility – adalah suatu preferensi untuk memberlakukan praktik akuntansi
yang seragam antara perusahaan dan penggunaan praktik tersebut secara konsisten
dan menolak flexibelitas.
3. Conservatism
vs. Optimism – adalah suatu preferensi untuk suatu pendekatan hati-hati dalam
pengukuran dan juga sesuai dengan ketidakpastian masa yang akan datang. Dimensi
menolak untuk konsep lebih optimis dan pendekatan yang penuh resiko.
4. Secrecy vs
Transparency – adalah suatu preferensi untuk bersikap konfidensial dan
membatasi disclosure informasi mengenai bisnis dan menolak untuk bersikap
transfaran, terbuka, dan pendekatan pertanggungjawaban pada publik.
Hubungan antara dimensi budaya
menurut Hofstede dan dimensi akuntansi menurut Gray dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut;
1. Profesionalisme
berhubungan erat dengan individualisme yang tinggi, sangat tergantung pada
pertimbangan profesional dan menolak pengawasan hukum. Profesionalisme juga
berhubungan dengan tingkat menghindari ketidak pastian yang rendah (menerima
variasi pertimbangan profesional) dan masculiniti serta power distance yang
kecil (butuh dana pensiun dan mutual fund lainnya).
2. Keseragaman
dekat dengan tingkat menghindari ketidakpastian yang kuat dan individualisme
yang rendah serta power distance yang tinggi.
3. Konservatisme berhubungan kuat dengan menghindari ketidak
pastian yang kuat dan induavidualisme yang rendah dan maskulinitas yang tinggi.
4. Secrecy
sangat dekat dengan menghindari ketidakpastian yang tinggi dan power distance
yang besar serta individualisme dan maskulinitas yang rendah.
Sumber:
·
Gray, S.J. 1988. Towards a theory of cultural
influence on the development of accounting systems internationally. Abacus.
Vol. 24: 1-15.
·
Hofstede, G. 2001. Culture's consequences: Comparing
values, behaviors, institutions, and organizations across nations. Thousand
Oaks: Sage Publications.
0 komentar:
Posting Komentar